29 October 2010

Transformasi, Ra’il, dan Cinta

| More
Namanya Ra’il binti Ra’ayil atau Ra’el binti Ra’ael. Nama ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir Ath Thabari dan Ibnu Abi Hatim dari Muhammad bin Ishaq. Sementara namanya yang lain bersumber dari riwayat Abu Asy Syaikh dari Syu’aib Al Juba’i. Sedangkan kebanyakan ulama’ yang berhati-hati lebih suka menyebutnya seperti yang disebutkan Allah dalam Al Qur’an: Imra’atul Aziz. Maka, izinkan saya kali ini menggunakan nama menurut versi Yahudi itu, Ra’il binti Ra’ayil.
Adalah sudah mafhum di dalam lintasan sejarah yang kita pelajari: kisah Yusuf dan Ra’il. Seorang perempuan yang sangat cantik dan merupakan ibu angkat dari Yusuf muda. Ia adalah seorang istri Menteri Keuangan di negara Mesir kala itu. Seorang istri yang kesepian karena bersuamikan seorang lelaki yang mandul yang tidak pernah menggaulinya. Tidak pernah memberikan haknya sebagai seorang istri berupa kebutuhan biologis. Kebutuhan rohani untuk meredam gejolak syahwatnya.
Maka, mendapati seorang pemuda berwajah tampan yang ketampanannya merupakan ketampanan setengah lelaki di bumi, Ra’il pun tergetar hatinya. Interaksi yang intens di dalam rumah dengan lawan jenis mau tidak mau memunculkan syaitan di dalam dirinya. Mulailah timbul benih ketertarikan di dalam diri Ra’il terhadap Yusuf yang tampan. Padahal suaminya telah berpesan agar ia menjaganya sebagai seorang putra.
Ra’il yang dibakar nafsu menyusun rencana keji kepada Yusuf muda. Ia pun menutup pintu-pintu di dalam rumahnya hingga hanya menyisakan dirinya dan Yusuf berdua. Tidak ada yang melihat mereka kecuali Allah. Seorang perempuan cantik dan lelaki tampan di dalam sebuah ruang tertutup. Syaitan semakin membakar birahi Ra’il.
“Marilah ke sini!” ajak Ra’il kepada Yusuf (Yusuf: 23)

Antara Nabi Khidir, Nabi Musa dan Manajemen Pendidikan

| More
Pada saat ini manajemen sumber daya manusia mendapat perhatian yang besar dari setiap organisasi, baik organisasi besar ataupun kecil, organisasi publik atau swasta, organisasi sosial atau bisnis, semuanya berusaha membenahi diri melalui manajemen sumber daya manusia. SDM dilihat sebagai asset yang harus dikelola sesuai kebutuhan perubahan lingkungan.[1] Berbagai seminar, pelatihan, kursus-kursus dan lokakarya diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal itu disebabkan begitu pentingnya peran sumber daya manusia dalam menentukan keberhasilan suatu organisasi. Manajemen sumber daya manusia juga menjadi penting dalam rangka mempertahankan eksistensi suatu organisasi dalam menjawab tantangan-tantangan zaman.[2]
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Menyadari pentingnya hal tersebut, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui layanan pendidikan bermutu dan berkualitas pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurangberhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.

Manajemen Pendidikan Qurani

| More
Al-Qur’an mengintroduksikan dirinya sebagai “pemberi petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus” (QS. Al-Isra’: 9). Petunjuk-petunjuknya bertujuan memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara individu maupun kelompok. Rasulullah saw. sebagai penerima Al-Qur’an bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk tersebut, menyucikan dan mengajarkannya kepada manusia (QS. Al-Jum’ah: 2). Menurut Quraish Shihab, menyucikan dapat diidentikkan dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lain membekali anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisika serta fisika.[1] Pendidikan dan pengajaran tersebut mempunyai tujuan pengabdian kepada Allah sejalan dengan tujuan penciptaan manusia (QS. Adz-Dzariyat: 56). Atas dasar ini, lebih lanjut ia menjelaskan, dapat dirumuskan bahwa tujuan pendidikan Al-Qur’an adalah membina manusia secara individu dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah.[2]
Dalam hal penyampaian materi pendidikannya, Al-Qur’an membuktikan kebenaran materi tersebut melalui pembuktian-pembuktian, baik dengan argumentasi maupun yang dapat dibuktikan sendiri oleh manusia melalui penalaran akalnya. Hal ini ditemui pada setiap permasalahan akidah atau kepercayaan, hukum, sejarah, dan sebagainya.[3]
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...