Hubungan antara kaum Muslimin melayu Asia Tenggara dengan Ulama Timur Tengah telah terjalin sejak masa awal-awal Islam. Para pedagang Muslim dari Arab , Persia, dan Anak benua India yang mendatangi kepulauan Nusantara tidak hanya berdagang, tetapi dalam batas tertentu juga menyebarkan Islam kepada penduduk setempat. Penetrasi Islam di masa lebih belakangan tampaknya lebih-lebih dilakukan oleh para guru sufi. Yang sejak akhir abad ke 12 datang dalam jumlah yang besar ke Nusantara.
Masalah-masalah yang penting disini tentang jaringan global dengan referensi khusus pada ulama Melayu Indonesia beserta kecenderungan-kecenderungan intelektual mereka dalam abad ke pembaruan, yaitu abad 17 dan 18 dan juga merupakan pembahasan tentang peranan jaringan ulama dalam tranmisi gagasan di Nusantara.
Dalam jaringan Ulama di Asia Tenggara tidak terlepas dari beberapa Ulama yang berpusat di Mekah dan Madinah dan hubungan-hubungan mereka dengan negeri-negeri Muslim yang lain. Banyak ulama-ulama terkenal yamg sangat berperan dalam Islam seperti Abd-Al- Ra’uf Al-Sinkili dan Syeh Yusuf Al- Maqassari bahkan dalam jaringan Ulama Internasional dan juga masih banyak ulama–ulama yang lain
Adapun ciri-ciri yang menonjol dari jaringan ulama adalah saling pendekatan (rapprochement) anatara para ulama berorientasi pada syariat (lebih khusus lagi para fuqaha) dan para sufi mencapai puncaknya. Sikap saling pendekatan antara Syariat dan tasawuf (sufisme) dan masuknya para Ulama ke dalam tarekat mengakibatkan timbulnaya “neo sufisme” menurut Fazlur Rahman neo-sufisme adalah Tasawuf yang telah di modifikasi atau di perbaharui dan digantikan dengan kandungan yang tidak lain dari dalil-dalil ortodoksi Islam. Tasawuf model baru ini menekankan dan memperbaharui Faktor-faktor moral asli dan control diri yang puritan dalam tasawuf dengan mengorbankan cirri-ciri berlebihan dalam tasawuf popular yang menyimpang.