Ada dua hal yang
menjadi karakteristik pendekatan fenomenologi. Pertama, bisa dikatakan bahwa
fenomenologi merupakan metode untuk memahami agama orang lain dalam perspektif
netralitas, dan menggunakan preferensi orang yang bersangkutan untuk mencoba
melakukan rekonstruksi dalam dan menurut pengalaman orang lain tersebut. Dengan
kata lain semacam tindakan menanggalkan-diri sendiri (epoche), dia
berusaha menghidupkan pengalaman orang lain, berdiri dan menggunakan pandangan
orang lain tersebut.
Aspek fenomenologi
pertama ini—epoche—sangatlah fundamental dalam studi Islam. Ia merupakan kunci
untuk menghilangkan sikap tidak simpatik, marah dan benci atau pendekatan yang
penuh kepentingan (intertested approaches) dan fenomenologi telah
membuka pintu penetrasi dari pengalaman keberagamaan Islam baik dalam skala
yang lebih luas atau yang lebih baik. Konstribusi terbesar dari fenomenologi
adalah adanya norma yang digunakan dalam studi agama adalah menurut pengalaman
dari pemeluk agama itu sendiri. Fenomenologi bersumpah meninggalkan
selama-lamanya semua bentuk penjelasan yang bersifat reduksionis mengenai agama
dalam terminologi lain atau segala pemberlakuan kategori yang dilukiskan dari
sumber di luar pengalaman seseorang yang akan dikaji. Hal yang terpenting dari
pendekatan fenomenologi agama adalah apa yang dialami oleh pemeluk agama, apa
yang dirasakan, diakatakan dan dikerjakan serta bagaimana pula pengalaman
tersebut bermakna baginya. Kebenaran studi fenomenologi adalah penjelasan
tentang makna upacara, ritual, seremonial, doktrin, atau relasi sosial bagi dan
dalam keberagamaan pelaku.
Pendekatan fenomenologi
juga menggunakan bantuan disiplin lain untuk menggali data, seperti sejarah,
filologi, arkeologi, studi sastra, psikologi, sosiologi, antropologi dan
sebagainya. Pengumpulan data dan deskripsi tentang fenomena agama harus
dilanjutkan dengan interpretasi data dengan melakukan investigasi, dalam
pengertian melihat dengan tajam struktur dan hubungan antar data sekaitan
dengan kesadaran masyarakat atau individu yang menjadi objek kajian. Idealnya,
bagi seorang fenomenologi agama yang mengkaji Islam harus dapat menjawab
pertanyaan: apakah umat Islam dapat menerima sebagai kebenaraan tentang apa
yang digambarkan oleh fenomenologis sebagaimana mereka meyakini agamanya?
Apabila pertanyaan ini tidak dapat terjawab, maka apa yang dihasilkan melalui
studinya bukanlah gambaran tentang keyakinan Islam.