Partai Politik Indonesia Pada Pemilu 2009 |
PENDAHULUAN
Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa politik yang mencapai klimaksnya dalam bulan Juni 1959, akhirnya mendorong Presiden Soekarno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul suatu keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara. Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka, mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka sebuah sistem demokrasi yakni Demokrasi Terpimpin. Lahirnya Dekrit Presiden Soekarno, 5 juli 1959 yang bertujuan untuk kembali kepada UUD 1945, pada hakikatnya secara implisit merupakan pernyataan politis berakhirnya Demokrasi Parlementer sekaligus merupakan sejarah baru lahirnya Demokrasi Terpimpin di bawah panji-panji Presiden Soekarno yang tak terbatas.
Presiden Soekarno menjadikan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional yang mendasari berlakunya sistem presidensial, dimana kekuasaan presiden amatlah luas. Masa ini telah mendorong makin kokohnya kedudukan Presiden Soekarno dan makin merosotnya kekuatan tawar partai-partai politik. Posisi Presiden Soekarno yang menjadi titik sentral kekuasaan negara ini telah membuat dirinya bersikap pragmatis dan diktator, sampai-sampai pada titik menenggelamkan hasil pemilihan pemilu 1955 DPR di bubarkan oleh Presiden, pengganti DPR itu adalah dibentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) yang anggotanya hasil tunjukan Presiden Soekarno sendiri.
PARTAI-PARTAI POLITIK MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno. Dekrit itu disusul dengan pidato kenegaraan 17 Agustus 1959, berjudul “Menemukan Kembali Revolusi Kita”, tetapi soekarno agaknya manyalah pahami dan mencampuradukkan pengertian pemerintahan yang kuat dengan kepimpinan yang kuat, pemerintah lebih mengacu kepada system, sedangkan kepemimpinan mengacu kepada perorangan[1]. Yang cenderung untuk terlalu menitikberatkan pada aspek terpimpinnya sehingga menjurus kepada disguised autocrary. Yang ada bukan demokratisasi, dalam arti ikut sertanya rakyat dalam proses pembuatan keputusan tetapi politisasi, yaitu partisipasi rakyat terbatas semata-mata pada pelaksanaan keputusan yang telah dibuat oleh penguasa[2].
Disebut Demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno. Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/dan stabil. Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara. Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai. Isi Dekrit Presiden pada waktu itu adalah:
1. Pembubaran konstituante
2. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Pemerintahan Soekarno dibawah panji-panji Demokrasi Terpimpin, mengatur sepak terjang partai politik. Pemerintah menetapkan aturan system kepartaian yang tertian dalam penetapan Presiden Nomor 7 tahun 1959 tentang syarat-syarat dan penyederhanaan kepartaian. Peraturan ketat ini membuat lengsernya banyak partai kecil yang tidak mampu memenuhi persyaratan, berdasarkan Keputusan Presiden nomor 128 tahun 1961 pemerintah hanya mengakui keberadaan partai-partai antara lain, Ikatan Pendukung Kemertdekaan Indonesia (IPKI), Partai Murba, Partai Katolik, PSII, PNI, NU dan PKI. Dilanjutkan dengan keputusan Presiden nomor 440 tahun 1961 pemerintah menambah pengakuan terhadap partai Islam Perti dan parkindo, jumlah keseluruhan partai politik yang diakui pemerintah akhirnya hanya Sembilan partai[3]. Sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjalan dengan baik pula.
Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, dimana pemerintah sendiri dengan penuh semangat melakukan kegiatan Ideologis[4]. Sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama memalui G 30 S/PKI akhir September 1965. Demokrasi Terpimpin berpaham demokrasi yang berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmak kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong antara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dan berporoskan NASAKOM (Nasionalis, Agamis, dan Komunis) yang dilantik pada tanggal 27 Agustus 1964.
Sejak masa Demokrasi Terpimpin kekuasaan berpusat pada tiga kekuasaan utama yaitu, Soekarno, PKI dan TNI-AD sedangkan yang lainnya meskipun ada tak begitu berperan, masa ini ditandai oleh dominasi Presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis serta meluasnya peranan ABRI sebagai social politik[5].pada masa itu, partai yang berhaluan kanan yang bersikap menentang kebijakan Soekarno terpental keluar dari arena politik. Misalnya Masyumi, akhirnya mengalami nasib tragis harus tersingkir dari panggung politik nasional, sebelum dibubarkan Soekarno ia terlebih dahulu membubarkan diri. Partai masyumi sebagai gerakan organisasi politik islam radikal, dipandang Soekarno lebih berbahaya dari pada PKI. Penampilan para pemimpin PKI selalu kelihatan menurut dan tunduk patuh dihadapan Soekarno. Sedangkan performance para tokoh Masyumi nampak sering bersikap menentang terhadap tiap kebijakan-kebijakan Soekarno. Masyumi terbiasa mengkritik tajam atas kebijakan Soekarno yang dianggap mulai melenceng meninggalkan prinsip-prinsip dasar kehidupan tatanan kenegaraan yang benar hal ini membuat Soekarno tidak menyukai Masyumi[6].
Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang nyata.dan Kebebasan partaipun dibatasi. Presiden cenderung berkuasa mutlak sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, Pemerintah berusaha menata kehidupan politik sesuai dengan UUD 1945. Kemudian dibentuk lembaga-lembaga negara antara lain MPRS,DPAS, DPRGR dan Front Nasional. Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh Soekarno dengan menggunakan suatu ikatan kerjasama yang didominasi oleh sebuah ideologi. Dengan demikian partai-partai itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-kelompok yang diwakilinya. Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional dalam tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin. Partai politik seperti NU dan PNI dapat dikatakan pergerakannya dilumpuhkan karena ditekan oleh presiden yang menuntut agar mereka menyokong apa yang telah dilakukan olehnya. Sebaliknya, golongan komunis memainkan peranan penting dan temperamen yang tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai politik yang ada tetap diperkenankan untuk hidup, termasuk NU dan PNI, tetapi semua wajib menyatakan dukungan terhadap gagasan presiden pada segala kesempatan serta mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin presiden[7].
Tokoh-Tokoh Partai Politik Indonesia |
Presiden Soekarno seperti dinyatakannya sendiri baru merasa berkuasa penuh setelah pada 5 Juli 1959 mengeluarkan maklumat kembali ke UUD 1945 dan membubarkan konstituante hasil pemilu pertama. Dia begitu membenci demokrasi parlementer, yang olehnya dikritik sebagai demokrasi ala Barat yang tidak cocok dengan demokrasi Indonesia. Karna Presiden tidak diperbolehkan untuk ikut mengatur pemerintahan, sedangkan Presiden Soekarno lantang sekali apabila berpidato untuk meneriakan tentang revolusi nasional dan Imperialisme.
Demokrasi terpimpin menjunjung tinggi konsep demokrasi, namun realitasnya minim dari konsep demokrasi.
Fenomena yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin diantaranya :
1. Keluarnya Dekrit Presiden yang telah mengakhiri system politik liberal menjadi Demokrasi Terpimpin
2. Diberlakukannya lagi UUD 1945 yang menggantikan UUD sementara 1950 dan Konstituante.
3. Dibentuknya DPAS (Dewan Pimpinan Agung Sementara) dengan dibentuknya DPAS, peranan Presiden Soekarno terbatasi tugasnya menjadi tidak seperti tugas sebelum keluarnya dekrit Presiden.
4. Dibubarkannya DPR hasil pemilu 1955 dan digantikan oleh DPR-GR, karma DPR 1955 tidak menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah.
5. Dibentuknya MPRS yang berdasarkan penetapan Presiden No.2 tahun 1959 dengan diketuai Haerul Saleh yang hanya sekedar memperkukuh pidato presiden pada tanggal 17 Agustus 1960 tentang Manifesto Politik.
6. Penyimpangan Ideologis, yakni konsepsi Pancasila menjadi NASAKOM.
7. terjadinya gerakan G 30 S/PKI pada tahun 1965
Adapun Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1. Kedudukan Presiden
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengangkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
2. Pembentukan MPRS
Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR. Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat, Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik. Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil golongan. Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
3. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.
Tugas DPR GR adalah sebagai berikut.
a. Melaksanakan manifesto politik
b. Mewujudkan amanat penderitaan rakyat
c. Melaksanakan Demokrasi Terpimpin
4. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah. Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
5. Pembentukan Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front nasional adalah sebagai berikut.
a. Menyelesaikan Revolusi Nasional
b. Melaksanakan Pembangunan
c. Mengembalikan Irian Barat
6. Pembentukan Kabinet Kerja
Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program kabinet ini adalah sebagai berikut.
a. Mencukupi kebutuhan sandang pangan
b. Menciptakan keamanan negara
c. Mengembalikan Irian Barat.
7. Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom
Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa.
Bagi presiden, NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden. Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan bernegara serta menggeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.
8. Adanya ajaran RESOPIM
Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional) adalah untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16. Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno. Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri kepada pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai pembantu presiden.
9. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatan yang kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.
10. Penataan Kehidupan Partai Politik
Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai. Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian, Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebuat adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960.
PENUTUP
Demikianlah kehidupan partai-partai politik di masa Demokrasi Terpimpin. Mengingat pamor partai tertutup oleh kebesaran Soekarno yang melalap hampir semua asset kekuasaan yang dulu ditangani oleh partai politik. Partai-partai tersebut hampir tidak bisa memainkan perannya dalam pentas perpolitikan nasional pada masa itu. Hal ini dimungkinkan antara lain oleh peran Soekarno yang amat dominan dalam menjalankan pemerintahannya dengan ciri utamanya yang sangat otoriter pada waktu itu di era demokrasi terpimpin.
DAFTAR PUSTAKA
Soroto & Doddi Rudianto, Partai-Partai Politik Indonesia, (Jakarta: PT. Citra Mandala Pratama, 2003)
Karim, Rusli, Perjalanan Partai Politik Di Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983)
Madjid, Nurcholish, Indonesia Kita, (Jakarta: Universitas Paramadina, 2004)
http://ahmadfathulbari.multiply.com
[1] Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, (Jakarta: Universitas Paramadina, 2004), cet. 4, hal. 91-92
[2] M. Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik Di Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983). Cet. 1, hal. 148
[3] Soroto & Doddi Rudianto, Partai-Partai Politik Indonesia, (Jakarta: PT. Citra Mandala Pratama, 2003). Cet. 1, hal. 116
[4] M. Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik Di Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983). Cet. 1, hal. 142
[5] M. Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik Di Indonesia, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983). Cet. 1, hal. 144
[6] Soroto & Doddi Rudianto, Partai-Partai Politik Indonesia, (Jakarta: PT. Citra Mandala Pratama, 2003). Cet. 1, hal. 118
[7] http://ahmadfathulbari.multiply.com
No comments:
Post a Comment