Hadis merupakan sumber hukum yang kedua setelah al-Qur’an. Keberadaan hadis yang begitu kompleks memaksakan kita untuk selektif dalam penggunaannya sebagai sumber atau dasar hukum. Hal inilah yang kemudian para ulama memilah dan memilih hadis dengan sangat hati-hati, karena ditakutkan apa yang disebut hadis Nabi saw. ternyata setelah ditelusuri Nabi tidak pernah mengeluarkannya. Dan ini bisa dijawab melalui penelusuran sanad atau yang sudah kita kenal dengan Ilmu Takhrij Al-Hadis. Lalu apa yang dimaksud dengan Tahqiq Al-Hadis? Adakah hubunganya dengan semua itu, atau paling tidak hubungan tahqiq dengan hadis.
Definisi
Ilmu Jarh wa Ta’dil hanya berkutat pada kajian tsiqat atau ketidak-tsiqat-an para rawi hadis, begitu juga dengan Ilmu Rijal Al-Hadis yang hanya membahas tentang kebersambungan atau ke-muttashil-an para perawi baik dari segi tempat, waktu wafat dan lahir, maupun dari hubunganya sebagai guru dan murid. Sementara Ilmu Tahqiq Al-Hadis—meskipun secara kajian atau penelusuran pustaka belum kami dapatkan—tapi berdasarkan informasi sima’i dari para dosen, bahwasanya Ilmu Tahqiq Al-Hadis adalah tidak jauh dengan Ilmu Takhrij Al-Hadis. Ini artinya bahwa Ilmu Tahqiq Al-Hadis adalah ilmu yang membahas apakah suatu hadis itu termasuk shahih atau dha’if dan bisa dijadikan dasar sebuah hukum.
Ilmu Tahqiq Al-Hadis merupakan penjajagan ataupun penjelasan tahap akhir terhadap perincian pemahaman hadis secara universal atau keseluruhan khususnya yang terkait dengan substansi suatu hadis. Dalam istilah lain, Ilmu Tahqiq Al-Hadis disebut juga Fiqh Al-Hadis.[1] Kompleksitas yang mengarungi seluruh problematika hadis dijawab dengan ilmu ini.
Contoh Penerapan
Sebagai gambaran umum mengenai proyeksi kerja Ilmu Tahqiq Al-Hadis, dibawah ini kami berikan contoh sebagai pengantar untuk memahami apa itu sebenarnya yang dimaksud dengan Ilmu Tahqiq Al-Hadis.
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ رَوَاهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ الْمَخْرَمِيُّ وَعَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ أَبِي عَوْنٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ ﴿ رواه البخاري ﴾[2]
Telah berbicara kepada kami Ya’qub, berkata Ibrahim ibn Sa’d dari ayahnya dari Al Qasim ibn Muhammad dari Aisyah ra., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang mendatangkan hal baru dalam agama yang tidak termasuk dalam bagian darinya (tidak ada dasar hukumnya) maka tertolak”. ﴾HR. Bukhari﴿
Cara kerja Ilmu Tahqiq Al-Hadis dalam menganalisis hadis di atas adalah sama seperti dengan ilmu-ilmu hadis yang terkait. Namun dalam ilmu ini kita akan memperoleh gambaran yang lebih holistik dan secara menyeluruh serta komprehensif.