Suatu kali, seorang akhwat dengan senyum tak enak berkata, “Mo gimana lagi, ane sebelum pake jilbab udah tinggal sama ipar. Jadi nggak enak aja kalo sekarang dengan dia pake tutupan segala.”
Yang mendengar tentu langsung lemas. Masa’ ketika di luar, dari atas sampai bawah tertutup, giliran di rumah dibuka begitu saja.
Kejadian di atas adalah fakta yang penulis temui sekitar satu tahun lalu—mudah-mudahan akhwat tersebut kini berubah pikiran—dan kenangan itu kembali lagi setelah seorang siswi SMA menanyakan status iparnya pada penulis. Sebelumnya, seseorang juga pernah berkata, saudara ipar adalah mahram karena ikatan perkawinan. Hm, siapa bilang?
“Hindarilah berkhalwat (berduaan) dengan kaum wanita!” Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan saudara ipar?” Rasulullah menjawab, “Berkhalwat dengan saudara ipar itu adalah maut!” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
Rasulullah saw menyebut kata ‘maut’ karena besarnya bahaya yang ditimbulkan dari tindakan berduaan (khalwat). Saudara ipar, dalam kehidupan sehari-hari, memang lebih terkesan seperti keluarga. Statusnya di masyarakat tak beda dengan sepupu yang menurut sebagian orang adalah mahram. Padahal, ipar maupun sepupu (yang berlainan jenis), tanpa sebab tertentu tidak termasuk deretan mahram yang Allah sebutkan dalam al-Quran.
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa [4]: 23).
Juga tidak termasuk golongan orang-orang yang dibolehkan melihat aurat seorang perempuan.