Showing posts with label Organisasi. Show all posts
Showing posts with label Organisasi. Show all posts

05 March 2012

Sejarah dan Pokok Pikiran Nahdlatul Ulama (NU)

| More
Memahami Nahdlatul Ulama (NU) sebagai sebuah organisasi sosial keagamaan, secara komprehensip dan proporsional, maka tidak dapat mengesampingkan aspek-aspek historis (aspek sejarah), yaitu peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi dan mendorong lahirnya Nahdlatul Ulama.1
Pada saat kegiatan reformasi mulai berkembang luas, para ulama belum begitu terorganisasi. Namun mereka sudah saling mempunyai hubungan yang sangat kuat. Perayaan pesta seperti haul, ulang tahun kematian kyai, secara berkala mengumpulkan masyarakat sekitar atau pun para mantan murid  pesantren mereka yang kini tersebar di seluruh nusantara. Selain itu. Perkawinan di antara anak-anak para kyai atau para murid yang baik, sering kali mempererat hubungan ini. Tradisi yang mengharuskan seorang santri pergi dari satu pesantern ke pesantren yang yang lainnya guna menambah ilmu pengetahuan agamanya juga ikut andil dalam memperkuat jaringan ini.2
Jauh sebelum lahir sebagai organisasi , NU telah ada dalam bentuk komunitas (jama’ah) yang diikat oleh aktivitas sosial keagamaan yang mempunyai karekter Ahlu as-Sunnah Wa al-Jama’ah. Wujudnya sebagai organisasi tidak lain adalah “penegasan formal dari mekanisme informal  para ulama sepaham”. Arti penting dibentuknya organisasi ini tidak lepas dari konteks waktu itu, terutama berkaitan dengan upaya menjaga eksistensi jama’ah tradisional berhadapan dengan arus paham pembaharuan Islam, yang ketika itu telah terlembagakan, antara lain dalam Muhammadiyah.3
Masuknya paham pembaharuan ke Indonesia diawali oleh semakin banyaknya umat Islam Indonesia yang menunaikan ibadah haji ke Tanah suci, sejak dibukanya Terusan Suaez (1869). Bersamaan dengan itu, di Timur Tengah sedang merebak ajaran pembaharuan dan purifikasi ajaran Islam, seperti gerakan pembaharuan Muhammad bin Abdul Wahab yang kemudian dikenal sebagai  Gerakan  atau Paham Wahabiyah, maupun pemikiran Pan-Islamisme Jamaluddin al-Afgani yang kemudian dilanjutkan oleh Muhammad Abduh. Tak pelak, kontak pemikiran intensif antara jama’ah haji Indonesia dengan paham pembaharuan ini berlangsung. Oleh karenanya, ketika kembali ke Tanah Air, para jamaah haji membawa pemikiran itu untuk memurnikan ajaran Islam dari unsur-unsur yang dianggap dari tradisi di luar Islam.4
Tidak semua kalangan menerima paham pembaharuan itu secara bulat-bulat. Sekelompok ulama pesantren (yang nota bene juga haji) menilai bahwa penegakan ajaran Islam secara murni tidak selalu berimplikasi perombakan total terhadap tradisi lokal.5 Tradisi ini bisa saja diselaraskan dengan ajaran Islam secara luwes. Kalangan yang dikenal sebagai kelompok tradisionalis ini mengamati upaya purifikasi ajaran Islam itu dengan cemas. Sebab tidak mustahil jika hal itu dilakukan secara frontal dan radikal akan munggungncang keyakainan masyarakat. Terlebih lagi, upaya itu ternyata mulai berindikasi pendrobakan taradsisi keilmuan yang selama ini dianut oleh para ulama pesantren.

22 November 2011

MENELUSURI HAK-HAK RAKYAT DALAM NEGARA; PERSPEKTIF KHULAFAH AL-RASYIDUN

| More

PENGANTAR
Hak-hak rakyat warga negara[1] (mashail ra’iyyah) dalam kajian fiqh siyasah merupakan discourse yang menarik. Bukan saja bagi para ilmuwan modern tetapi juga oleh literatur-literatur klasik pertengahan. Hanya pembahasannya tidak terlalu dominan karena lebih memfokus pada kajian hak-hak pemerintah (huquq al-ra’in) atas rakyat. Al-Mawardi misalnya, tidak membahas khusus mashalih ra’iyyah, ia hanya memasukkannya sebagai sub-bahasan dari bab aqd al-imamah,[2] namun dari kitab tersebut dapat difahami secara eksplisit dari hak-hak penguasa, ada kewajiban-kewajiban penguasa yang merupakan hak-hak rakyat.
Secara logis, dalam kajian politik, negara merupakan sebuah lembaga yang berdiri untuk mewujudkan cita-cita bersama yakni kebaikan dan kesejahteraan rakyat (common good, common weal). Terbentuknya negara, dalam hal ini membutuhkan kesediaan rakyat untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dan pemenuhan tugas-tugas seperangkat penguasa untuk melaksanakan amanat yang telah dipercayakan. Tanpa adanya saling pengertian antara ra’iyyah dan ra’in, sebuah negara tak dapat merealisasikan kekuasaannya (powerfull).
Dalam lintasan sejarah, sebenarnya hak-hak rakyat yang merupakan salah satu hak kodrati manusia merupakan hak universal warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hak itu tentunya akan diperjuangkan oleh warga ngeara sebagai tujuan akhir  (finak goal) dalam bernegara. Meminjam istilah Hegel, konfigurasi kebebasan subjektif (subjective liberty) dan kebebasan objektif (objective liberty)[3] merupakan basis terselenggaranya kedaulatan dan kekuasaan negara. Rentangan sejarah Islam yang luas membuktikan betapa banyaknya konflik-konflik yang terjadi dalam mengangkat harkat dan martabat hak-hak rakyat warga negara selama empat belas abad yang silam. Dari sistem khalifah hingga sistem kerajaan yang berakhir dengan dihapuskannya sistem kekhalifahan oleh Mustafa Kamil di Turki pada 2 Maret 1924, perjuangan untuk mashalih ra’iyyah masih tetap menjadi agenda “negara Islam”.
Makalah ini bermaksud menelusuri akar sejarah peran rakyat dalam mengartikulasikan pendapat pada masa khulafah al-Rasyidun. Sedang pembahasannya bertolak dari pertanyaan seberapa jauh rakyat mendapatkan hak-hak rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemudian dalam bentuk yang bagaimana relasi rakyat dan khalifah itu dilaksanakan. Dua pertanyaan tersebut sangat urgen dibahas dalam rangka mencari konsep kedaulatan rakyat yang dilaksanakan selama periode khulafah al-Rasyidun.
Hanya saja penulis mengakui banyak kesulitan dalam membuat standar penelitian, mengingat objek kajiannya adalah sikap dan perilaku yang telah dilakukan oleh masyarakat yang telah empat belas abad silam. Sementara paradigma penulis tentang hak-hak rakyat atau kedaulatan rakyat lebih banyak dipengaruhi oleh istilah-istilah yang dipakai dalam negara modern. Untuk itu, pembahasan berikut penulis lebih banyak mengabstraksikan data sejarah kemudian memberikan sedikit analisis.

HAK-HAK RAKYAT
Untuk membahas lebih lanjut perihal hak-hak rakyat, permasalahan sentral yang akan dibahas adalah kedaulatan rakyat.[4] Siapa yang sesungguhnya mempunyai kedaulatan? Rakyatkah, penguasa atau bahkan Tuhan. Konsep Gramsci, misalnya, yang banyak dikenal dalam ilmu politik modern memandang rakyat adalah “objek” dari state (negara). Rakyat seharusnya menjadi subjek dalam negara, menurut konsep Gramsci justru terhegemoni oleh kekuatan negara. Karena bagi Gramsci negara terdiri atas lembaga pemerintahan (public institution) dan aparat pemaksa (coercion) seperti tentara atau pengadilan.[5]
Berbeda dengan Gramsci, Thomas Hobbes (1588-1679) yang menawarkan bentuk negara teokrasi mutlak. Dalam masterpiece-nya Leviathan, ia menawarkan teori yang sangat mekanis dan menafikan nilai-nilai kemanusiaan. Menurutnya, kekuasaan itu tidak dapat dibantah, mutlak, tak dapat dibagi dan tak terbatas.[6]
Dalam perspektif fiqh siyasah, ada dua pendapat yang membahas sumber kedaulatan. Syi’ah yang memandang negara dan agama merupakan satu kesatuan menyatakan bahwa kedaulatan Tuhan adalah mutlak bagi manusia. Tak ada kedaulatan lain dalam negara kecuali kedaulatan Tuhan. Sehingga sabda penguasa adalah sabda Tuhan yang harus dilaksanakan, karena sesungguhnya penguasa adalah bayang-bayang Tuhan. Berbeda lagi dengan kelompok Sunni yang memandang agama dan negara mempunyai hubungan yang komplementer, saling melengkapi. Bagi kelompok ini kedaulatan yang ada dalam suatu negara adalah kedaulatan ra’iyyah. Biasanya macam pemerintahan yang demikian ini bercorak demokratis.

09 May 2011

REKONSTRUKSI ‘IKHLASH’ di Dalam PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

| More
MUKODDIMAH
Adanya penyusunan konsep ikhlash ini adalah dalam rangka menerapkan nilai-nilai ikhlas dalam dunia pendidikan dan menyuci otak-otak umat Islam dari kejenuhan dan kebuntuan pemikiran dalam afiliasi mereka terhadap manajemen konsep barat, serta kegelisahan terhadap ‘auroq’ dan ‘oplah’. Dihadirkannya kembali konsep ini juga diharapkan bisa menyeimbangkan umat muslim dalam melaksanakan tata negaranya dan tata hidupnya khususnya antara materi dan non-materi di dalam dunia pendidikan . Diharapkan pula bahwa dengan ‘menegur hati’ tentang ikhlash ini agar umat islam bisa mewujudkan kehidupan yang sesuai dengan aturan (syariat) tanpa harus tertinggal dengan perkembangan zaman.
Bangsa Indonesia dengan kemajemukan budaya dan agama, akan sangat bertentangan sekali bila harus secara mutlak mengedepankan antara duniawinya yang terkesan material (lebih mengedepankan aspek materi/kekayaan dan kebahagiaan duniawi) dibanding kepribadian bangsa Indonesia yang santun dan suka gotong royong, yang terbiasa dengan saling tolong-menolong dan selalu menjaga kuat persaudaraan, nrimo, hormat, kebersamaan/keselarasan, serta budaya beragama dan mengakui kekuatan ghaib. Budaya yang sopan dan santun akan bersitegang dengan budaya mengejar waktu dan profesional, budaya saling membantu satu sama lain akan bertentangan dengan budaya mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dalam bentuk material. Maka bisa ditarik kesimpulan awal bahwa bangsa Indonesia sebenarnya tidak cocok dengan materialisme tulen sampai kapanpun selama kita masih hidup, masih makan dan minum dari tanah air Indonesia, selama kita masih berbudaya keIndonesiaan, selama kita masih bersosial di Indonesia.
Wajar juga bila pegawai kita di perusahaan, instansi pendidikan maupun yang sudah duduk di pemerintahan dan wakil rakyat, mereka selalu merasa tidak puas dengan uang yang sudah didapat, berapa pun kenaikan gajih atau oplah (upah) yang diberikan maka sampai kapanpun tidak pernah bisa untuk membahagiakan hati sanubari rakyat Indonesia, selama tujuan dari kerja dan usaha itu murni untuk mencari uang, dimana nantinya uang akan menjadi tujuan hidup, bukan sebagai alat untuk memotivasi hidup tetapi uang sudah menjadi tuhan karena sudah dijadikan tujuan hidup, padahal hakekat dari diciptakan manusia adalah untuk beribadah dan hakekat dari bekerja adalah ibadah itu sendiri. Dan wajar pula bila output dari pendidikan secara otak satu sisi memang bagus dari sebelumnya namun bila ditilik dari akhlaknya maka yang terjadi di lapangan adalah kenakalan pelajar, hidup bebas dan kebejatan moral sudah melampui dari batasan budaya lokal dan umur secara psikis pada sisi yang lain.

07 April 2011

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH (MBS)

| More
A. Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurang berhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.

Peran Kepala Sekolah Sebagai Supervisor

| More

A.    PENGERTIAN DASAR

1.      Peranan Kepala Sekolah

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan.
Urgensi dan signifikansi fungsi dan peranan kepala sekolah didasarkan pada pemahaman bahwa keberhasilan sekolah merupakan keberhasilan kepala sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah perlu memiliki kompetensi yang disyaratkan agar dapat merealisasikan visi dan misi yang diemban sekolahnya. Dalam kerangka ini direkomendasikan mereaktualisasi fungsi dan peranan kepala sekolah selaku EMASLIM-F dalam wujud good school governance untuk menyukseskan program yang sedang digulirkan pemerintah seperti desentralisasi penyelenggaraan pendidikan, MBS, KTSP, benchmarking, broad basic education, life skill, contextual learning, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, dan lain sebagainya. 
Untuk mewujudkan visi dan misi pendidikan di tingkat satuan pendidikan perlu ditunjang oleh kemampuan kepala sekolah yang handal dalam menjalankan fungsi dan peranannya. Meskipun pengangkatan kepala sekolah dilakukan secara terencana dan sistematis, bahkan diangkat dari guru yang sudah berpengalaman atau mungkin sudah lama menjabat sebagai wakil kepala sekolah, namun tidak otomatis membuat kepala sekolah profesional dalam melakukan tugasnya. Pada beberapa kasus ditunjukkan adanya kepala sekolah yang terpaku dengan urusan administratif yang sebenarnya bisa dilimpahkan kepada Tenaga Administrasi Sekolah (TAS).
Sejumlah pakar sepakat bahwa kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator, manajer, administrator dan supervisor, yang disingkat EMAS. Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman, kepala sekolah juga harus mampu berperan sebagai leader, inovator dan motivator di sekolahnya. Dengan demikian, dalam paradigma baru manajemen pendidikan, kepala sekolah minimal harus mampu berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator, disingkat EMASLIM.

30 January 2011

Partai-Partai Politik Indonesia

| More
Partai Politik Indonesia Pada Pemilu 2009

PENDAHULUAN
Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa politik yang mencapai klimaksnya dalam bulan Juni 1959, akhirnya mendorong Presiden Soekarno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul suatu keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara. Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka, mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka sebuah sistem demokrasi yakni Demokrasi Terpimpin. Lahirnya Dekrit Presiden Soekarno, 5 juli 1959 yang bertujuan untuk kembali kepada UUD 1945, pada hakikatnya secara implisit merupakan pernyataan politis berakhirnya Demokrasi Parlementer sekaligus merupakan sejarah baru lahirnya Demokrasi Terpimpin di bawah panji-panji Presiden Soekarno yang tak terbatas.
Presiden Soekarno menjadikan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional yang mendasari berlakunya sistem presidensial, dimana kekuasaan presiden amatlah luas. Masa ini telah mendorong makin kokohnya kedudukan Presiden Soekarno dan makin merosotnya kekuatan tawar partai-partai politik. Posisi Presiden Soekarno yang menjadi titik sentral kekuasaan negara ini telah membuat dirinya bersikap pragmatis dan diktator, sampai-sampai pada titik menenggelamkan hasil pemilihan pemilu 1955 DPR di bubarkan oleh Presiden, pengganti DPR itu adalah dibentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR) yang anggotanya hasil tunjukan Presiden Soekarno sendiri.

NATION STATE (Konsep Negara Berbangsa)

| More
PENDAHULUAN
Dalam  melihat bentuk negara, terdapat beberapa konsep yang menjadi diskursus bagi para pemikir, diantara diskursus tersebut adalah negara dalam bentuk negara bangsa (nation state). Sebuah  negara bangsa adalah suatu jiwa, sebuah prinsip kerohanian, dengan landasan nasionalisme yang merupakan suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi harus diserahkan kepada negara kebangsaan yang didalamnya terdapat unsur etnisitas, bahasa dan agama sebagai identitas bersama (common identity). Ia juga mempunyai unsur lain yang bersifat kontraktual, karena ia muncul secara artifisal dan didesak oleh suatu kebutuhan kontrak sosial, dengan didalamnya terdapat sebuah ikatan timbal balik yang berbentuk hak dan kewajiban antar negara bangsa dengan warganya.
Dalam perkembangan peradaban manusia, interaksi sesama manusia berubah menjadi bentuk yang lebih kompleks dan rumit. Dimulai dari tumbuhnya kesadaran untuk menentukan nasib sendiri dikalangan bangsa-bangsa yang tertindas kolonialisme dunia, seperti Indonesia salah satunya hingga melahirkan semangat untuk mandiri dan bebas menentukan masa depannya sendiri. Kini bisa diprediksikan bahwa negara bangsa sedang mengalami krisis legitimasi. Krisis ini seperti dikatakan oleh Habernas, dikarenakan proyek pencerahan sebagai landasan modernitas telah banyak digugat, semisal kemakmuran negara ternyata tidak bisa menjadi kesejahteraan rakyat, gangguan ekosistem dunia karena imbas teknologi demi memenuhi kepentingan negara bangsa.[1]

John Locke dan Pemikirannya

| More
PENDAHULUAN
Terlepas dari perbedaan pokoknya, Levelers dan Harrington ikut andil dalam menghapuskan kondepsi kuno tentang hak alamiah dan menyetujui bentuk baru. Dipengaruhi oleh pandangan egoistik pada masa itu, keduanya cenderung menekankan hak-hak individu dengan mengabaikan pandangan tradisional tentang supremasi kebaikan bersama (common good). Levelers memandang masyarakat sipil sebagai kumpulan individu-individu yang merdeka yang bekerjasama, bukan karena rasa kesetiakawanan atau nasib bersama tetapi karena motif-motif kepentingan diri sendiri. Demikian juga Harrington merasa bahwa pemerintah seharusnya dibentuk untuk melindungi egoisme yang tercerahkan (the enlightened egoism). Pandangan-pandangan ini terjalin menjadi satu dalam teori individualisme politik yang lebih formal dan arttikulatif dalam justifikasi teoritis Locke terhadap penyelesaian konstitusional tahun 1688.

Negara dalam tinjauan pilosofis adalah struktur pemerintahan yang mempunyai satu esensi dasar tujuan yakni terciptanya social welfare (kesejahteraan sosial). Namun dalam perkembangannya, cita-cita luhur untuk mensejahterahkan rakyat, tidak mampu sepenuhnya dijalankan oleh negara. Kondisi ini bahkan nampak pada semua sistem kenegaraan yang pernah ada. Sejarah misalnya telah mencatat peristiwa penting revolusi Perancis (1789), revolusi yang membawa perubahan mendasar dari sistem kenegaraan monarchy (kerajaan) menjadi monarchy constitutional (semi parlementer). Terjadinya perubahan sistem kenegaraan di Perancis ternyata hanya menghadirkan penguasa baru tanpa membawa perubahan signifikan terhadap upaya menempatkan social welfare sebagai tujuan utama. Contoh lain yang dapat dijadikan sebagai sebuah bentuk kegagalan negara adalah bubarnya Uni Soviet (1990). Negara yang dibangun atas dasar ideology komunis terbesar tersebut ternyata tidak mampu bertahan lama.


25 January 2011

Jaringan Ulama Asia Tenggara

| More
Hubungan antara kaum Muslimin melayu Asia Tenggara dengan Ulama Timur Tengah telah terjalin sejak masa awal-awal Islam. Para pedagang Muslim dari Arab , Persia, dan Anak benua India yang mendatangi kepulauan Nusantara tidak hanya berdagang, tetapi dalam batas tertentu juga menyebarkan Islam kepada penduduk setempat. Penetrasi Islam di masa lebih belakangan tampaknya lebih-lebih dilakukan oleh para guru sufi. Yang sejak akhir abad ke 12 datang dalam jumlah yang besar ke Nusantara.

Masalah-masalah yang penting disini tentang jaringan global dengan referensi khusus pada ulama Melayu Indonesia beserta kecenderungan-kecenderungan intelektual mereka dalam abad ke pembaruan, yaitu abad 17 dan 18 dan juga merupakan pembahasan tentang peranan jaringan ulama dalam tranmisi gagasan di Nusantara.

Dalam jaringan Ulama di Asia Tenggara tidak terlepas dari beberapa Ulama yang berpusat di Mekah dan Madinah dan hubungan-hubungan mereka dengan negeri-negeri Muslim yang lain. Banyak ulama-ulama terkenal yamg sangat berperan dalam Islam seperti Abd-Al- Ra’uf Al-Sinkili dan Syeh Yusuf Al- Maqassari bahkan dalam jaringan Ulama Internasional dan juga masih banyak ulama–ulama yang lain

Adapun ciri-ciri yang menonjol dari jaringan ulama adalah saling pendekatan (rapprochement) anatara para ulama berorientasi pada syariat (lebih khusus lagi para fuqaha) dan para sufi mencapai puncaknya. Sikap saling pendekatan antara Syariat dan tasawuf (sufisme) dan masuknya para Ulama ke dalam tarekat mengakibatkan timbulnaya “neo sufisme” menurut Fazlur Rahman neo-sufisme adalah Tasawuf yang telah di modifikasi atau di perbaharui dan digantikan dengan kandungan yang tidak lain dari dalil-dalil ortodoksi Islam. Tasawuf model baru ini menekankan dan memperbaharui Faktor-faktor moral asli dan control diri yang puritan dalam tasawuf dengan mengorbankan cirri-ciri berlebihan dalam tasawuf popular yang menyimpang.

18 January 2011

LEGITIMASI RELIGIUS KEKUASAAN

| More
Paham kekuasaan religius ialah bahwa hakikat kekuasaan (politik) bersifat adiduniawi dan adimanusiawi yang berasal dari alam gaib atau termasuk yang ilahi. Menurut Talcott Parsons, dalam masyarakat multi-religius proses-proses politik yang berlangsung akan menjadi semacam diferensiasi yang menyediakan agama pada tempat yang lebih sempit tetapi jelas dalam sistem sosial dan kultural. Karena keanggotaan dalam suatu organisasi kemasyarakatan bersifat sukarela, maka konten dan praktik keagamaan dengan sendirinya mengalami privatisasi dan menyebabkan perkembangan.

Situasi seperti itu mendorong lahirnya model keberagamaan yang terbuka, menjamin kebebasan agama dan meminimalisir intervensi negara. Inilah yang kini dinikmati negara-negara maju dengan tingkat demokrasi yang stabil. Mereka tidak lagi diganggu konflik yang dipicu sentimen apa pun, termasuk sentimen keagamaan. Agama-agama telah menempati ruangnya yang pas, sehingga tidak menimbulkan gesekan dan benturan dengan pandangan-pandangan profan.

Barangkali suatu truisme dalam perbandingan sosiologi sejarah, bahwa agama dalam pasca-pencerahan Barat ditandai meluasnya privatisasi. Yakni, kecenderungan yang kian meningkat untuk melihat agama sebagai masalah etika personal privat, dan bukan tatanan politik publik.

14 January 2011

Mari Menjadi Orang Dermawan

| More
Kepada
Yth.  Bapak/Ibu/Sdr/i  _________________________________
Di
Tempat


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Dalam rangka ikut berpartisipasi dalam pembangunan nasional dan perjuangan dakwah Islam, khususnya dalam pembelajaran baca tulis Al-Qur’an, pemahaman ilmu-ilmu agama serta pendidikan akhlak al-karimah yang sangat dibutuhkan oleh anak didik sehingga mampu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Pondok Pesantren Al-Ghoffaar berdiri sejak tahun 1978 yang kemudian resmi menjadi Yayasan Al-Ghoffaar Cikaso pada tahun 2008 dengan berbagai cabang lembaga pendidikan di bawahnya, yakni Pondok Pesantren, Majelis Taklim, TKQ/TPQ dan Madrasah Diniyah. Untuk menciptakan manusia-manusia yang tangguh menghadapi tantangan era globalisasi dengan prinsip keimanan kepada Allah SWT, dibutuhkan kegigihan dalam upaya mewujudkannya. Keberhasilan upaya tersebut sangat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana, disamping faktor-faktor lainnya.

Mengingat sarana dan prasarana pendidikan di Yayasan Al-Ghoffaar Cikaso sudah tidak memadai, baik dari segi fisik bangunan, ruang belajar yang tidak sesuai dengan jumlah santri, kurangnya jumlah buku/kitab, sarana pendukung kenyamanan hidup para santri, seperti asrama, dapur, MCK, dan lain sebagainya.

Oleh karenanya, kami  bermaksud membangun Sarana dan Prasarana Pendidikan di Yayasan Al-Ghoffaar Cikaso dengan total estimasi biaya sebesar Rp. 1.043.074.424,- (satu milyar empat puluh tiga juta tujuh puluh empat ribu empat ratus dua puluh empat rupiah). Mengingat besarnya biaya yang dibutuhkan, kami memohon bantuan Bapak/Ibu/Sdr/i baik dari segi dana, materil, tenaga maupun doa restu dalam program pembangunan tersebut.

Demikian permohonan kami, atas perhatian serta bantuan Bapak/Ibu/Sdr/i, kami haturkan terima kasih. Jazaukumullah khairal jaza’ al-katsir.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Pembina Yayasan Al-Ghoffaar Cikaso,
Ketua Yayasan Al-Ghoffaar Cikaso,

(ttd)

Drs. H. JOJO GHOZALI

(ttd)

Drs. H. DUDUNG ABDUL KARIM

Mengetahui:
Kepala Desa Cikaso,

(ttd)

H. JABIDI RAHARJA

----------------------------------------------------------

Proposal Lengkap dapat diakses di sini.
Anggaran Dasar Yayasan Al-Ghoffaar Cikaso dapat diakses di sini.



26 December 2010

Teknik Berdebat

| More
TEKNIK DEBATING[*]

1.      Pernahkah Anda merasa buntu dalam berdiskusi? Lawan Anda terlalu cerdas sehingga Anda selalu kalah dalam diskusi?
2.      Pernahkah Anda merasa menghadapi argumen yang kokoh bagaikan gunung, dan tak tembus seperti benteng Tentara Salib sekian abad lalu? Argumen tersebut demikian logis, kokoh, dan masuk akalnya sehingga pendapat Anda begitu kerdil dan lemah di hadapannya. Tak ada jalan keluar — Anda sepertinya sudah pasti akan kalah dalam debat tersebut.
3.      Tapi, jangan menyerah!! Ketika Anda berhadapan dengan argumen sehebat apapun, selalu ada jalan keluar. Ikuti penjelasan berikut ini, dan jadilah pemenang!!…

Ø  Cara Pertama: Cari Kelemahan Lawan Bicara Anda, dan Jatuhkan Dia dengan Itu Istilah kerennya, Argumentum ad Hominem.

Semua orang pasti punya kelemahan. Punya rasa malu. Punya sisi buruk dalam hidup. Nah, sekarang saatnya Anda mengeksploitasi semua kelemahan tersebut. Jangan biarkan lawan bicara Anda menertawakan Anda dan memandang Anda seperti kutu di sol sepatunya.


01 December 2010

Political Background of Islamic Educational Institutions and the Reach of the State in Southeast Asia

| More
Written by Takeshi Kohno [1]

Introduction
Islam and education are tightly connected, and trying to separate one from the other makes both meaningless.  Islam historically is committed to activities of propagation (da’wah) and acquiring Islamic knowledge (‘ilm). For Muslims, educational institutions are the medium for the transmission of ‘ilm.
Islamic knowledge covers a wide variety of disciplines, such as Qur’anic exegesis, Hadith, law, theology, Arabic language and poetry, literature, logic, and medicine. This wide range of knowledge is consistent with the character of Islam which envisions a comprehensive world view unified under God.  The transmission of this knowledge takes place mainly via person-to-person interaction, and the location of transmission is the Islamic educational institution, popularly called the madrasah.
Unfortunately, Islamic educational institutions in Southeast Asia are increasingly being viewed as a source of Islamic radicalism. According to Zachy Abuza, Islamic educational institutions are a product of Islamic radicalism, and used as a recruiting ground for new, radical members: 

01 November 2010

PENERAPAN MODEL ADDIE PADA TENAGA KEPENDIDIKAN

| More
Ada  satu  model  desain  pembelajaran  yang  bersifat generik yaitu model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate). ADDIE muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh   Reiser   dan   Mollenda. Salah   satu   fungsinya   ADIDE   yaitu menjadi  pedoman  dalam membangun  perangkat  dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri. Selain pada proses pembelajaran, model ini bisa juga diterapkan untuk profesionalitas guru dan para tenaga kependidikan di lembaga-lembaga pendidikan.
Makalah ini akan menjelaskan konsep Manajemen Pelatihan menggunakan teori  Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation (A-D-D-I-E).

I.     Analysis
Dalam menanggapi angka pengguna narkoba belakangan ini, Badan Narkotika Nasional (BNN) khususnya dalam pencegahan berupaya melibatkan masyarakat dengan secara aktif memberikan penyuluhan khususnya di bidang Pencegahan Penyalahgunaan Peredaran gelap Narkoba. Melalui Program Penyuluhan di bidang P4GN, diharapkan masyarakat yang dilatih dapat secara aktif menjadi agen-agen yang dapat memberikan wawasan tentang bahaya narkoba umumnya terhadap masyarakat lainnya.
Program Pelatihan Training of Trainers (TOT) merupakan Pelatihan yang di desain dengan melibatkan anggota BNN yang mempunyai wawasan P4GN agar mampu menyampaikan wawasan P4GNnya dalam bentuk pembelajaran kepada masyarakat luas dan efektif. Harapannya dari program Pelatihan Training of Trainers ini adalah lahirnya penyuluh-penyuluh yang professional dalam penyampaian pesan khususnya dalam mengemban misi penyuluh anti narkoba baik terhadap anggota BNN lainnya maupun masyarakat luas.

04 October 2010

God - bukan Good - Corporate Governance

| More
Apa yang sebetulnya relevan untuk kita pelajari dari barat saat ini ? Tak lain tradisi keilmuan dan kekuatan eksplorasinya. Tak lebih dari itu. Dan itu artinya bukan di hard knowledge, melainkan di soft capabilities, yaitu tentang ‘bagaimana’. Bukan tentang ‘apa’.

Jika sekedar belajar tentang ‘apa’, maka tengoklah di bidang ekonomi, berapa banyak ilmuwan dan ekonom berderet gelar panjang dan pendek ada disana. Lalu dengan itu pulalah negara-negara itu silih berganti jatuh karena krisis. Kita tak bisa mengadopsi itu disini. Model dan ‘teladan’ segala praktek bisnis dan ekonomi itu telah jatuh berkali-kali.

24 August 2010

Politik Pendidikan dan Dilematika Penyelenggaraan Pendidikan

| More
Sebagian besar orang mungkin pernah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nurani, apalagi bila dihadapkan pada politik. Lalu apakah benar politik harus demikian? Lalu bagaimana dengan dampak politik pendidikan terhadap penyelenggaraan pendidikan? Dalam masyarakat modern pada umumnya, pendidikan adalah komuditi politik yang sangat penting. Proses dan lembaga – lembaga pendidikan memiliki aspek dan wilayah politik yang banyak. Serta memiliki beberapa fungsi penting yang berdampak pada sistem politik, stabilitas dan praktik sehari – harinya. Dalam arti bahwa pendidikan merupakan wilayah tanggung jawab pemerintah yang besar. Karena besarnya nuansa politik dari kebijakan – kebijakan pendidikan, maka berbagai faktor politis yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan turut mempengaruhi bagaimana kebijakan – kebijakan pendidikan dibuat. Sebagai wilayah tanggung jawab pemerintah, pendidikan juga sering “ dipaksa “ menyesuaikan diri “ dengan pola – pola administratif umum dan norma – norma yang berlaku.

17 August 2010

Sistem Informasi dalam Manajerial Organisasi Pendidikan

| More
A. PENDAHULUAN
Mutu pendidikan tercermin dari mutu SDM. SDM yang rendah berarti mutu pendidikan pun masih rendah. Mengapa demikian? Masyarakat beranganggapan bahwa keberhasilan pendidikan hanya diukur oleh hasil tes. Apabila hasil nilai ujian nasional baik maka dianggap sudah berhasil mendidik anak-anaknya. Atau kalau suatu sekolah banyak meluluskan siswa ke perguruan tinggi melalui SPMB maka dianggap sekolah itu favorit dan banyak diserbu orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Rangking sekolah diurut berdasarkan nilai UN. Akibatnya orang tua harus mengeluarkan uang ekstra untuk menitipkan anaknya pada bimbingan belajar yang melakukan latihan menjawab soal-soal UN atau SPMB, karena orang tua menginginkan anaknya masuk sekolah atau perguruan tinggi favorit.

16 August 2010

Injil Muncul Setiap Hari di Twitter

| More
Seorang Kristen asal Inggris telah berjanji untuk menyebarkan ringkasan setiap bab dari Alkitab di Twitter.
Chris Juby (30) berencana untuk meringkas satu bab setiap hari menjadi kurang dari 140 karakter. Itu merupakan jumlah maksimum karakter yang diperbolehkan untuk sebuah entri di Twitter.
Juby, direktur ibadah di King’s Church, Durham City, Inggris, sebagaimana diberitakan Telegraph.co.uk pada akhir peklan lalu sudah mulai dengan bab pertama dari Kitab Kejadian pada hari Minggu (8/8/2010) dan bermaksud meringkas semua (1.189) bab Alkitab.

13 August 2010

Pemimpin Sekolah yang Membumi

| More
Pemimpin dalam suatu organisasi memiliki peranan yang sangat vital dalam mengembangkan organisasi ke arah kemajuan. Kepala sekolah sebagai pemimpin di istitusi pendidikan tidak kalah penting perannya dalam menggerakkan semua potensi yang dimiliki, sehingga tujuan yang sudah di tetapkan akan tercapai.
Untuk menghadapi tantangan dan permasalahan pendidikan nasional yang amat berat saat ini, mau tidak mau pendidikan harus dipegang oleh para manajer dan pemimpin yang sanggup menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang ada, baik pada level makro maupun mikro di sekolah.
Kepemimpinan kepala sekolah harus dapat dirasakan manfaatnya oleh semua komponen di sekolah. Pola kepemimpinan yang otoriter, tidak memperhatikan bawahan dan selalu menjaga jarak akan menghasilkan suatu suasana yang kurang kondusif. Suasana seperti ini akan sulit untuk mencapai tujuan, karena ada komponen yang tidak merasa memiliki yang pada akhirnya akan sulit untuk digerakkan. Sehingga di era sekarang dibutuhkan pemimpin yang membumi dilingkungan sekolah dan dapat dirasakan oleh semua komponen.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...