Showing posts with label Feminisme. Show all posts
Showing posts with label Feminisme. Show all posts

26 April 2012

Islam dan Hubungan Gender

| More
Oleh: Prof KH Didin Hafidhuddin 
Di tengah memanasnya suhu perpolitikan nasional akibat pro-kontra tentang rencana kenaikan harga BBM, terdapat satu isu pen ting yang juga perlu mendapat perhatian kita bersama, yaitu pembahasan RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) oleh Komisi VIII DPR. Jangan sampai RUU ini malah menjadi produk hukum (undang-undang) yang tidak sesuai dengan keyakinan agama.

Jika itu terjadi, dipastikan akan mengundang reaksi penolakan dari umat Islam. Apalagi, sejumlah kalangan, terutama para penggiat gerakan feminisme dan liberalisme, juga sangat aktif menyokong kesetaraan gender dalam perspektif mereka, yang seolah-olah adalah perspektif dan pendapat yang paling benar. Sementara, di sisi lain, konsep agama terkait hubungan gender ini dianggap sebagai konsep yang ‘usang’ dan perlu direvisi karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

Jika pemikiran nyeleneh ini dibiarkan maka akan sangat membahayakan keyakinan umat terhadap ajaran agamanya. Padahal, konsep Islam adalah konsep yang paling tepat karena ia bersumber langsung dari-Nya. Untuk itu, agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai konsep hubungan gender, ada beberapa prinsip dasar yang perlu dipahami dengan benar.

Prinsip dasar
Pertama, posisi laki-laki dan perempuan dalam ajaran Islam sesungguhnya adalah sederajat. Islam mengajarkan bahwa selama laki-laki ataupun perempuan memiliki dua hal, mereka akan mendapatkan balasan dari Allah berupa hayatan thayyibah, kehidupan yang baik. Kedua hal tersebut adalah iman dan amal saleh. Lihat QS an-Nahl [16]: 97.

Bahkan, dalam QS al-Ahzab [33]: 35, Allah menggambarkan kesetaraan hubungan laki-laki dan perempuan dalam konteks yang lebih luas. Intinya, baik lakilaki maupun perempuan, selama mereka taat dan tunduk terhadap aturan Allah dan se nan tiasa berusaha mengamal kan ajaran Islam dengan baik dan benar, mereka akan mendapatkan ampunan dan pahala.

21 March 2012

Jaga Aurat dari Maut

| More
Suatu kali, seorang akhwat dengan senyum tak enak berkata, “Mo gimana lagi, ane sebelum pake jilbab udah tinggal sama ipar. Jadi nggak enak aja kalo sekarang dengan dia pake tutupan segala.”

Yang mendengar tentu langsung lemas. Masa’ ketika di luar, dari atas sampai bawah tertutup, giliran di rumah dibuka begitu saja.

Kejadian di atas adalah fakta yang penulis temui sekitar satu tahun lalu—mudah-mudahan akhwat tersebut kini berubah pikiran—dan kenangan itu kembali lagi setelah seorang siswi SMA menanyakan status iparnya pada penulis. Sebelumnya, seseorang juga pernah berkata, saudara ipar adalah mahram karena ikatan perkawinan. Hm, siapa bilang?

“Hindarilah berkhalwat (berduaan) dengan kaum wanita!” Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan saudara ipar?” Rasulullah menjawab, “Berkhalwat dengan saudara ipar itu adalah maut!” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).

Rasulullah saw menyebut kata ‘maut’ karena besarnya bahaya yang ditimbulkan dari tindakan berduaan (khalwat). Saudara ipar, dalam kehidupan sehari-hari, memang lebih terkesan seperti keluarga. Statusnya di masyarakat tak beda dengan sepupu yang menurut sebagian orang adalah mahram. Padahal, ipar maupun sepupu (yang berlainan jenis), tanpa sebab tertentu tidak termasuk deretan mahram yang Allah sebutkan dalam al-Quran.

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa [4]: 23).

Juga tidak termasuk golongan orang-orang yang dibolehkan melihat aurat seorang perempuan.

17 March 2012

BELAJAR FEMINISME

| More

ABSTRAK 
Apakah semua manusia baik itu laki-laki dan perempuan itu sama? Sama dalam artian bentuk tubuh (biologis) peran di struktur keluarga maupun masyarakat secara bentuk tubuh (fisik), semua pasti sepakat bahwa laki-laki berbeda dengan perempuan namun, ketika berbicara mengenai peran laki-laki maupun perempuan masih diperdebatkan.mengapa masalah ini-mengenai peran-masih di perdebatkan, karena  perdebatan mengenai peran  berimplikasi terhadap hak  masing-masing laki-laki maupun perempuan. Dan pada akhirnya memunculkan sikap superior,  inferior, subordinasi/pemarjinalan sampai budaya patriarki   terhadap salah satunya. Dalam konteks politik, sejak zaman yunani kuno peran laki-laki dan perempuan berbeda, akibatnya wanita di subordinasikan. Apa yang menjadikan wanita terlihat inferior, disubordinasikan dan budaya patriarki itu ada? Makalah ini mencoba untuk membahas mengapa peristiwa ini terjadi dan sampai perempuan membuat suatu gerakan Emanspatoris bagi perempuan yang disebut Feminisme.

PENDAHULUAN
Ada dua identitas sosial manusia ketika baru terlahir hingga sampai mati yaitu, wanita dan laki-laki. Sex dan gender merupakan acuan untuk mengidentifikasikan manusia apakah kedalam golongan wanita atau laki-laki. Istilah sex secara tradisional mengacu pada perbedaan antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan fungsi-fungsi refroduksi mereka dan lebih luas lagi berkaitan dengan aktifitas yang menyebabkan reproduksi[1]. Sedangkan gender merupakan sifat-sifat khusus atau karekteristik yang dimiliki pada wanita maupun laki-laki. Gender tidak melekat dalam diri seseorang, tetapi dicapai melalui interaksi dalam suasana tertentu[2].
Ketika ada semacam dikotomi identitas dalam diri manusia baik secara sex maupun gender, apakah salah satu pihak wanita maupun laki-laki merasa dirugikan atau diuntungkan ketika terlahir sebagai salah satunya. Jika kita melihat sejarah, salah satu posisi (posisi sebagai laki-laki atau wanita) ada yang diuntungkan dan dirugikan. Laki-laki dalam sejarah posisinya selalu diuntungkan, akan tetapi berbeda dengan wanita yang selalu dirugikan ketika lahir sebagai perempuan. Sebagai contoh pada masa yunani kuno, perempuan tidak diakui sebagai masyarakat politik, posisi perempuan disamakan dengan budak yang tidak memiliki hak dalam politik. Timbul suatu pertanyaan ketika melihat posisi wanita sebagai wanita yang sangat dirugikan, faktor apa yang menyebabkan posisi wanita dirugikan dan mengapa ini bisa terjadi? Secara biologis wanita memang berbeda dengan laki-laki tetapi, apakah secara gender keduanya berbeda? Gender menurut Judith Butler bersifat performatif dan identitas gender seseorang dihasilkan melalui penampilan dan permainan peran[3]. Gender merupakan suatu produk dari budaya yang bersifat alami atau kodrati. Artinya, ketika gender laki-laki di identikan dengan karakter pintar, kuat, egois sedangkan perempuan di identikan orang yang lemah, penyabar, lambat dalam bernalar merupakan hasil dari budaya.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...