ABSTRAK
Apakah
semua manusia baik itu laki-laki dan perempuan itu sama? Sama dalam artian
bentuk tubuh (biologis) peran di struktur keluarga maupun masyarakat secara
bentuk tubuh (fisik), semua pasti sepakat bahwa laki-laki berbeda dengan
perempuan namun, ketika berbicara mengenai peran laki-laki maupun perempuan
masih diperdebatkan.mengapa masalah ini-mengenai peran-masih di perdebatkan,
karena perdebatan mengenai peran berimplikasi terhadap hak masing-masing laki-laki maupun perempuan. Dan pada
akhirnya memunculkan sikap superior, inferior, subordinasi/pemarjinalan sampai
budaya patriarki terhadap salah satunya. Dalam konteks politik,
sejak zaman yunani kuno peran laki-laki dan perempuan berbeda, akibatnya wanita
di subordinasikan. Apa yang menjadikan wanita terlihat inferior, disubordinasikan
dan budaya patriarki itu ada? Makalah ini mencoba untuk membahas mengapa
peristiwa ini terjadi dan sampai perempuan membuat suatu gerakan Emanspatoris
bagi perempuan yang disebut Feminisme.
PENDAHULUAN
Ada
dua identitas sosial manusia ketika baru terlahir hingga sampai mati yaitu,
wanita dan laki-laki. Sex dan gender merupakan acuan untuk mengidentifikasikan
manusia apakah kedalam golongan wanita atau laki-laki. Istilah sex secara
tradisional mengacu pada perbedaan antara laki-laki dan perempuan berkaitan
dengan fungsi-fungsi refroduksi mereka dan lebih luas lagi berkaitan dengan
aktifitas yang menyebabkan reproduksi[1]. Sedangkan
gender merupakan sifat-sifat khusus atau karekteristik yang dimiliki pada
wanita maupun laki-laki. Gender tidak melekat dalam diri seseorang, tetapi
dicapai melalui interaksi dalam suasana tertentu[2].
Ketika
ada semacam dikotomi identitas dalam diri manusia baik secara sex maupun gender,
apakah salah satu pihak wanita maupun laki-laki merasa dirugikan atau
diuntungkan ketika terlahir sebagai salah satunya. Jika kita melihat sejarah,
salah satu posisi (posisi sebagai laki-laki atau wanita) ada yang diuntungkan
dan dirugikan. Laki-laki dalam sejarah posisinya selalu diuntungkan, akan
tetapi berbeda dengan wanita yang selalu dirugikan ketika lahir sebagai
perempuan. Sebagai contoh pada masa yunani kuno, perempuan tidak diakui sebagai
masyarakat politik, posisi perempuan disamakan dengan budak yang tidak memiliki
hak dalam politik. Timbul suatu pertanyaan ketika melihat posisi wanita sebagai
wanita yang sangat dirugikan, faktor apa yang menyebabkan posisi wanita
dirugikan dan mengapa ini bisa terjadi? Secara biologis wanita memang berbeda
dengan laki-laki tetapi, apakah secara gender keduanya berbeda? Gender menurut Judith
Butler bersifat performatif dan identitas gender seseorang dihasilkan
melalui penampilan dan permainan peran[3]. Gender
merupakan suatu produk dari budaya yang bersifat alami atau kodrati. Artinya,
ketika gender laki-laki di identikan dengan karakter pintar, kuat, egois
sedangkan perempuan di identikan orang yang lemah, penyabar, lambat dalam
bernalar merupakan hasil dari budaya.
Dari
bias gender seperti inilah mengapa manusia yang memiliki identitas perempuan
kurang diuntungkan. Karena wanita lemah, lambat dalam bernalar peran wanita di
setiap kehidupan (politik, budaya dan lain sebagainya), di subordinasikan,
dimarjinalkan akibatnya, budaya patriarki[4] muncul dan
hak-hak perempuan sebagai manusia teralienasi. Dari bias gender ini pula
pembedaan, ketimpangan bahkan penindasan gender ada dan dari titik tolak inilah
wanita melakukan gerakan emansipatoris yang disebut feminisme.
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN FEMINISME
Diskriminasi
terhadap perempuan atas dasar prasangka-prasangka yang dikaitkan dengan perbedaan
gender telah menjadi pusat perhatian feminisme[5]. Gerakan
feminisme sebenarnya sudah ada sejak masa pencerahan di Eropa tepatnya di
Belanda (1785), yang dimotori oleh Lady Mary Wortley Mountagu dan Marquis
den Condoret. Gerakan pada masa ini bisa dikatakan sebagai gerakan awal
feminisme di Eropa, meskipun tidak terkonsep secara sistematis. Perjuangagan
yang diusung pada masa ini adalah memperjuangkan Universitas yaitu semacam
perjuangan berdasarkan ikatan persaudaraan wanita (sisterhood).
Kata
feminisme sendiri baru ditemukan sekitar tahun 1837 oleh filsuf sosialis
utopis Charles Fourier. Kata feminisme pertama kali digunakan bahasa
inggrisnya pada tahun 1870 untuk menunjukan perjuangan kaum perempuan dalam
rangka meraih kesempatan yang sama[6]. Sejarah
feminisme dibagi menjadi dua gelombang yaitu gelombang pertama dan gelombang
kedua yang memiliki program berbeda.
Feminisme
gelombang pertama (abad 18-pra 1960) mulai muncul ketika datangnya era
liberalisme di Eropa dan terjadinya “Revolusi Prancis” yang kemudian melanda
Amerika. Feminisme di Eropa kurang bergema dibandingkan di Amerika, di Amerika
setelah terjadi revolusi sosial dan politik terhadap perempuan mulai terasa
pada tahun 1792 adalah Mary Wollstonecraft yang mempengaruhi feminisme di
Amerika. Didalam karyanya A vindication of the right of woman
(1792) yang dipengaruhi oleh Revolusi Amerika (1776) dan Revolusi Prancis
(1789) dalam menerapkan prinsip-prinsip demokrasi terhadap perjuangan perempuan
untuk tujuan emansipasi[7]. Wollstonecraft
berpendapat bahwa pria dan wanita memiliki
kemampuan yang sama didalam menalar[8]. Hal ini
mendasarkan bahwa ketika wanita diberi pendidikan maka kemampuan nalar pria dan
wanita sama. Ide-ide Wollstonectraft dalam A Vindication Of The Right
Of Woman berisikan prinsip dasar feminisme dikemudian hari.
Usaha
yang lebih terorganisir dan terfokus pada tahun 1850-an (masih gelombang
pertama- penulis) sebagai bagian dari mobilisasi menentang perbudakan dan
mendukung hak-hak politik untuk kelas menengah, dan memobilisasi masif untuk
hak pilih perempuan dan reformasi undang-undang kewarganegaraan dan industrial
diawal abad 20, khususnya di Era Progresif yakni di Amerika Serikat[9].
Feminisme
gelombang kedua muncul setelah perang Dunia ke II yang ditandai lahirnya Negara-
Negara baru yang terbebas dari penjajah Eropa tepatnya pada tahun 1950, pada
masa ini perempuan mendapatkan hak pilih dan ikut mendiami ranah politik
kenegaraan. Betty Friedan (1963) adalah tokoh feminisme gelombang
kedua yang bisa dianggap berpengaruh dalam gerakan feminisme gelombang kedua. The
Feminisme Mystuque karya Betty Frieden memainkan peran penting dalam
mendorong terbentuknya konstitusi mengenai pelbagai penumbuhan kesadaran
berjaringan bagi perempuan[10].
Akibat
karya Betty Frieden munculah perundang-undanagan tentang ”Equalitypay Right and
Equal Right Act (hak pilih dalam segala bidang). Meskipun feminisme telah
berada dititik kuliminasi perjuangannya, baik feminisme gelombang pertama dan
kedua masih memiliki kelemahan, agenda perjuangannya belum seutuhnya untuk kaum
perempuan, nilai-nilai (kulit) putih, kelas menengah merupakan identitas untuk
feminisme gelombang satu dan dua. Bagaimana dengan perempuan dunia
ke-3, yang berkulit hitam kelas bawah? Dari permasalahan inilah
feminisme setelah gelombang ke dua berafiliasi, pemikiran feminis mutaakhir
telah menyimpang dari norma-norma Barat, kulit putih dan heteroseksual dan dengan
mengalamatkan isu-isu keadilan gender pada isu ras dan etnisitas[11].
ALIRAN-ALIRAN FEMINISME:
Feminisme
memiliki banyak aliran-alirannya, meskipun ada perbedaan fundamental di sekian
banyak kategori-kategori tentang teori feminisme, secara umum mereka menaruh
perhatian terhadap kedudukan wanita dalam masyarakat.
1.
Feminisme
Liberal
Akar
teori feminis liberal bertumpu pada rasionalitas dan kebebasan. Feminisme liberal
(misalnya Frieden, 1963) berpandangan bahwa perempuan dapat menaikan posisi
mereka dalam keluarga dan masyarakat melalui kombinasi inisiatif dan prestasi
individu (misalnya pendidikan tinggi), diskusi rasional dengan kaum laki-laki
khususnya suami, yang dapat dikonsepsikan sebagai upaya memperbaiki peran gender
mereke[12]. Feminisme
liberal merupakan feminis mayoritas di Amerika, metode politik liberal sering
di apliasikan dengan gerakan ini.
2.
Feminisme
Radikal
Feminisme
Radikal muncul di tahun 1970-an. Aliran ini muncul di Cicago, feminisme radikal
bisa dianggap sebagai antitesis dari feminisme liberal. Feminisme radikal
berpandangan bahwa feminis perlu meruntuhkan atau secara radikal memperbaiki
keluarga dan menciptakan budaya non misigonis, dimana perempuan tidak dijadikan
obyek[13]. Aliran ini
bertumpu pada pandangannya bahwa penindasan perempuan karena akibat sistem
patriarki.
3.
Feminisme
Sosialis
Feminis
Sosialis menekankan aspek gender dan ekonomis dalam penindasan kaum perempuan. Seperti
yang dikatakan Zillah Eisenstasi dan Heidi Hartman bahwa perempuan tidak
dapat meraih keadilan sosial tanpa membubarkan patriarki dan kapitalisme. Pada
umumnya mereka setuju bahwa Marxisme dan Feminisme harus bersatu agar dapat
memperjuangkan kondisi perempuan saat ini dan bahkan perempuan dapat dilihat
sebagai penghuni kelas ekonomi dalam pandangan Mark dan kelas seks, sebagaimana
disebut oleh Shulamith Firestone. Artinya, perempuan menampilkan
pelayanan berharga bagi kapitalisme baik sebagai pekerja maupun isteri yang
tidak menerima upah atas kerja domestik mereka. Feminis sosialis berpandangan
bahwa perempuan tertindas baik oleh modal, yang tidak memberikan upah bagi kerja
domestik mereka, dan oleh suami atau pacar, yang memperlakukan mereka sebagai
pelayan resmi mereka[14].
PENUTUP
Feminisme,
baik itu liberal, radikal dan sosial merupakan sebuah gerakan penentangan
terhadap segala bentuk penindasan terhadap wanita. Feminisme menginginkan
supaya wanita dijadikan subyek bukan obyek dalam segala bidang pendidikan.
Pengakuan sebagai warga negara, hak berpolitik merupakan sebagian dari agenda
feminisme.
Di
Indonesia, adanya UUD tentang kuota 30% kursi di parlemen untuk perempuan,
merupakan salah satu perwujudan dari agenda feminisme liberal. Dan UUD tentang
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bisa juga sebagai perwujudan dari agenda
feminisme Radikal. Terlihat wajar ketika hal semacam ini ada kerena indonesia
menggunakan sistem demokrasi, dimana demokrasi merupakan sebuah ruang kebebasan
untuk emansipasi kemanusiaan. [Wallahu’alam Bisshawab]
“Emansipasi
kemanusiaan tidak dapat di bayangkan
Tanpa emansipasi
Wanita (John Stuart Mill)”
[3]Cavallaro,
Dani, op. cit., hal. 196.
[4]
Patriarti adalah sebuah sistem atau tatanan sosial yang memulyakan laki-laki.
Lebih jelasnya lihat Cavallaro.
[5]
Ibid., hal. 200.
[6]
Ibid., hal. 201.
[7]
Ibid., hal. 201.
[8]
Williams, Leonard, Losco, Jakarta: Raja Grapindo, 2005. hal. 387.
[9]
Goodman, op. cit., hal. 9.
[10]
Cavallaro, op. cit., hal. 202.
[11]
Ibid., hal. 205.
[12]
Agger, Ben, Teori Sosial kritik, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003.
Hal. 215
[13]
Ibid., hal. 221.
[14]
Ibid., hal. 225.
No comments:
Post a Comment