17 March 2012

BELAJAR FEMINISME

| More

ABSTRAK 
Apakah semua manusia baik itu laki-laki dan perempuan itu sama? Sama dalam artian bentuk tubuh (biologis) peran di struktur keluarga maupun masyarakat secara bentuk tubuh (fisik), semua pasti sepakat bahwa laki-laki berbeda dengan perempuan namun, ketika berbicara mengenai peran laki-laki maupun perempuan masih diperdebatkan.mengapa masalah ini-mengenai peran-masih di perdebatkan, karena  perdebatan mengenai peran  berimplikasi terhadap hak  masing-masing laki-laki maupun perempuan. Dan pada akhirnya memunculkan sikap superior,  inferior, subordinasi/pemarjinalan sampai budaya patriarki   terhadap salah satunya. Dalam konteks politik, sejak zaman yunani kuno peran laki-laki dan perempuan berbeda, akibatnya wanita di subordinasikan. Apa yang menjadikan wanita terlihat inferior, disubordinasikan dan budaya patriarki itu ada? Makalah ini mencoba untuk membahas mengapa peristiwa ini terjadi dan sampai perempuan membuat suatu gerakan Emanspatoris bagi perempuan yang disebut Feminisme.

PENDAHULUAN
Ada dua identitas sosial manusia ketika baru terlahir hingga sampai mati yaitu, wanita dan laki-laki. Sex dan gender merupakan acuan untuk mengidentifikasikan manusia apakah kedalam golongan wanita atau laki-laki. Istilah sex secara tradisional mengacu pada perbedaan antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan fungsi-fungsi refroduksi mereka dan lebih luas lagi berkaitan dengan aktifitas yang menyebabkan reproduksi[1]. Sedangkan gender merupakan sifat-sifat khusus atau karekteristik yang dimiliki pada wanita maupun laki-laki. Gender tidak melekat dalam diri seseorang, tetapi dicapai melalui interaksi dalam suasana tertentu[2].
Ketika ada semacam dikotomi identitas dalam diri manusia baik secara sex maupun gender, apakah salah satu pihak wanita maupun laki-laki merasa dirugikan atau diuntungkan ketika terlahir sebagai salah satunya. Jika kita melihat sejarah, salah satu posisi (posisi sebagai laki-laki atau wanita) ada yang diuntungkan dan dirugikan. Laki-laki dalam sejarah posisinya selalu diuntungkan, akan tetapi berbeda dengan wanita yang selalu dirugikan ketika lahir sebagai perempuan. Sebagai contoh pada masa yunani kuno, perempuan tidak diakui sebagai masyarakat politik, posisi perempuan disamakan dengan budak yang tidak memiliki hak dalam politik. Timbul suatu pertanyaan ketika melihat posisi wanita sebagai wanita yang sangat dirugikan, faktor apa yang menyebabkan posisi wanita dirugikan dan mengapa ini bisa terjadi? Secara biologis wanita memang berbeda dengan laki-laki tetapi, apakah secara gender keduanya berbeda? Gender menurut Judith Butler bersifat performatif dan identitas gender seseorang dihasilkan melalui penampilan dan permainan peran[3]. Gender merupakan suatu produk dari budaya yang bersifat alami atau kodrati. Artinya, ketika gender laki-laki di identikan dengan karakter pintar, kuat, egois sedangkan perempuan di identikan orang yang lemah, penyabar, lambat dalam bernalar merupakan hasil dari budaya.

Dari bias gender seperti inilah mengapa manusia yang memiliki identitas perempuan kurang diuntungkan. Karena wanita lemah, lambat dalam bernalar peran wanita di setiap kehidupan (politik, budaya dan lain sebagainya), di subordinasikan, dimarjinalkan akibatnya, budaya patriarki[4] muncul dan hak-hak perempuan sebagai manusia teralienasi. Dari bias gender ini pula pembedaan, ketimpangan bahkan penindasan gender ada dan dari titik tolak inilah wanita melakukan gerakan emansipatoris yang disebut feminisme.          

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN FEMINISME
Diskriminasi terhadap perempuan atas dasar prasangka-prasangka yang dikaitkan dengan perbedaan gender telah menjadi pusat perhatian feminisme[5]. Gerakan feminisme sebenarnya sudah ada sejak masa pencerahan di Eropa tepatnya di Belanda (1785), yang dimotori oleh Lady Mary Wortley Mountagu dan Marquis den Condoret. Gerakan pada masa ini bisa dikatakan sebagai gerakan awal feminisme di Eropa, meskipun tidak terkonsep secara sistematis. Perjuangagan yang diusung pada masa ini adalah memperjuangkan Universitas yaitu semacam perjuangan berdasarkan ikatan persaudaraan wanita (sisterhood).
Kata feminisme sendiri baru ditemukan sekitar tahun 1837 oleh filsuf sosialis utopis Charles Fourier. Kata feminisme pertama kali digunakan bahasa inggrisnya pada tahun 1870 untuk menunjukan perjuangan kaum perempuan dalam rangka meraih kesempatan yang sama[6]. Sejarah feminisme dibagi menjadi dua gelombang yaitu gelombang pertama dan gelombang kedua yang memiliki program berbeda.
Feminisme gelombang pertama (abad 18-pra 1960) mulai muncul ketika datangnya era liberalisme di Eropa dan terjadinya “Revolusi Prancis” yang kemudian melanda Amerika. Feminisme di Eropa kurang bergema dibandingkan di Amerika, di Amerika setelah terjadi revolusi sosial dan politik terhadap perempuan mulai terasa pada tahun 1792 adalah Mary Wollstonecraft yang mempengaruhi feminisme di Amerika. Didalam karyanya A vindication of the right of woman (1792) yang dipengaruhi oleh Revolusi Amerika (1776) dan Revolusi Prancis (1789) dalam menerapkan prinsip-prinsip demokrasi terhadap perjuangan perempuan untuk tujuan emansipasi[7]. Wollstonecraft berpendapat bahwa  pria dan wanita memiliki kemampuan yang sama didalam menalar[8]. Hal ini mendasarkan bahwa ketika wanita diberi pendidikan maka kemampuan nalar pria dan wanita sama. Ide-ide Wollstonectraft dalam A Vindication Of The Right Of Woman berisikan prinsip dasar feminisme dikemudian hari.
Usaha yang lebih terorganisir dan terfokus pada tahun 1850-an (masih gelombang pertama- penulis) sebagai bagian dari mobilisasi menentang perbudakan dan mendukung hak-hak politik untuk kelas menengah, dan memobilisasi masif untuk hak pilih perempuan dan reformasi undang-undang kewarganegaraan dan industrial diawal abad 20, khususnya di Era Progresif yakni di Amerika Serikat[9].
Feminisme gelombang kedua muncul setelah perang Dunia ke II yang ditandai lahirnya Negara- Negara baru yang terbebas dari penjajah Eropa tepatnya pada tahun 1950, pada masa ini perempuan mendapatkan hak pilih dan ikut mendiami ranah politik kenegaraan. Betty Friedan (1963) adalah tokoh feminisme gelombang kedua yang bisa dianggap berpengaruh dalam gerakan feminisme gelombang kedua. The Feminisme Mystuque karya Betty Frieden memainkan peran penting dalam mendorong terbentuknya konstitusi mengenai pelbagai penumbuhan kesadaran berjaringan bagi perempuan[10].
Akibat karya Betty Frieden munculah perundang-undanagan tentang ”Equalitypay Right and Equal Right Act (hak pilih dalam segala bidang). Meskipun feminisme telah berada dititik kuliminasi perjuangannya, baik feminisme gelombang pertama dan kedua masih memiliki kelemahan, agenda perjuangannya belum seutuhnya untuk kaum perempuan, nilai-nilai (kulit) putih, kelas menengah merupakan identitas untuk feminisme gelombang satu dan dua. Bagaimana dengan perempuan  dunia  ke-3, yang berkulit hitam kelas bawah? Dari permasalahan inilah feminisme setelah gelombang ke dua berafiliasi, pemikiran feminis mutaakhir telah menyimpang dari norma-norma Barat, kulit putih dan heteroseksual dan dengan mengalamatkan isu-isu keadilan gender pada isu ras dan etnisitas[11].

ALIRAN-ALIRAN FEMINISME:
Feminisme memiliki banyak aliran-alirannya, meskipun ada perbedaan fundamental di sekian banyak kategori-kategori tentang teori feminisme, secara umum mereka menaruh perhatian terhadap kedudukan wanita dalam masyarakat.
1.      Feminisme Liberal
Akar teori feminis liberal bertumpu pada rasionalitas dan kebebasan. Feminisme liberal (misalnya Frieden, 1963) berpandangan bahwa perempuan dapat menaikan posisi mereka dalam keluarga dan masyarakat melalui kombinasi inisiatif dan prestasi individu (misalnya pendidikan tinggi), diskusi rasional dengan kaum laki-laki khususnya suami, yang dapat dikonsepsikan sebagai upaya memperbaiki peran gender mereke[12]. Feminisme liberal merupakan feminis mayoritas di Amerika, metode politik liberal sering di apliasikan dengan gerakan ini.
2.      Feminisme Radikal
Feminisme Radikal muncul di tahun 1970-an. Aliran ini muncul di Cicago, feminisme radikal bisa dianggap sebagai antitesis dari feminisme liberal. Feminisme radikal berpandangan bahwa feminis perlu meruntuhkan atau secara radikal memperbaiki keluarga dan menciptakan budaya non misigonis, dimana perempuan tidak dijadikan obyek[13]. Aliran ini bertumpu pada pandangannya bahwa penindasan perempuan karena akibat sistem patriarki.
3.      Feminisme Sosialis
Feminis Sosialis menekankan aspek gender dan ekonomis dalam penindasan kaum perempuan. Seperti yang dikatakan Zillah Eisenstasi dan Heidi Hartman bahwa perempuan tidak dapat meraih keadilan sosial tanpa membubarkan patriarki dan kapitalisme. Pada umumnya mereka setuju bahwa Marxisme dan Feminisme harus bersatu agar dapat memperjuangkan kondisi perempuan saat ini dan bahkan perempuan dapat dilihat sebagai penghuni kelas ekonomi dalam pandangan Mark dan kelas seks, sebagaimana disebut oleh Shulamith Firestone. Artinya, perempuan menampilkan pelayanan berharga bagi kapitalisme baik sebagai pekerja maupun isteri yang tidak menerima upah atas kerja domestik mereka. Feminis sosialis berpandangan bahwa perempuan tertindas baik oleh modal, yang tidak memberikan upah bagi kerja domestik mereka, dan oleh suami atau pacar, yang memperlakukan mereka sebagai pelayan resmi mereka[14].

PENUTUP
Feminisme, baik itu liberal, radikal dan sosial merupakan sebuah gerakan penentangan terhadap segala bentuk penindasan terhadap wanita. Feminisme menginginkan supaya wanita dijadikan subyek bukan obyek dalam segala bidang pendidikan. Pengakuan sebagai warga negara, hak berpolitik merupakan sebagian dari agenda feminisme.
Di Indonesia, adanya UUD tentang kuota 30% kursi di parlemen untuk perempuan, merupakan salah satu perwujudan dari agenda feminisme liberal. Dan UUD tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) bisa juga sebagai perwujudan dari agenda feminisme Radikal. Terlihat wajar ketika hal semacam ini ada kerena indonesia menggunakan sistem demokrasi, dimana demokrasi merupakan sebuah ruang kebebasan untuk emansipasi kemanusiaan. [Wallahu’alam Bisshawab]


“Emansipasi kemanusiaan tidak dapat di bayangkan
Tanpa emansipasi Wanita (John Stuart Mill)”



[1] Dani Carvallo, Critical and Cultural Theory, (Yogyakarta: Niagara, 2004), hal. 196.
[2] George Goodman Ritzer, Douglas J, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 413
[3]Cavallaro, Dani, op. cit.,  hal. 196.
[4] Patriarti adalah sebuah sistem atau tatanan sosial yang memulyakan laki-laki. Lebih jelasnya lihat Cavallaro.
[5] Ibid., hal. 200.
[6] Ibid., hal. 201.
[7] Ibid., hal. 201.
[8] Williams, Leonard, Losco, Jakarta: Raja Grapindo, 2005. hal. 387.
[9] Goodman, op. cit., hal. 9.
[10] Cavallaro, op. cit., hal. 202.
[11] Ibid., hal. 205.
[12] Agger, Ben, Teori Sosial kritik, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003. Hal. 215
[13] Ibid., hal. 221.
[14] Ibid., hal. 225.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...