04 September 2010

Aspek Hukum Perlindungan Nasabah, LPS, dan Rahasia Bank

| More
A. Aspek Hukum Perindungan Nasabah
Dalam sistem hukum perbankan Indonesia, pihak nasabah dibiarkan sendiri terlunta-lunta tanpa suatu perlindungan yang predictable dan reasonable. Karena itu, salah satu masalah yang sering dikeluhkan terus menerus adalah tidak adanya atau kurangnya perlindungan terhadap nasabah jika berhubungan dengan bank, baik nasabah debitur, nasabah deposan, maupun nasabah nondebitur-nondeposan.

a) Hubungan Bank Dengan Nasabah
Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dan bank terdiri dari 2 (dua) bentuk, yaitu hubungan kontraktual dan hubungan nonkontraktual.

1. Hubungan Kontraktual
Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dan nasabah adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir terhadap semua nasabah, baik nasabah debitur, deposan, ataupun nasabah nondebitur-nondeposan.
Terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur (pemberi dana) dan pihak debitur (peminjam dana).
Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan bank dan nasabah debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUH Perdata tentang kontrak. Sebab, menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi kedua belah pihak.
Namun demikian, selain dari ketentuan umum mengenai kontrak berlaku untuk semua jenis kontrak, sebagian sarjana berpendapat bahwa perjanjian kredit bank diatur juga oleh ketentuan khusus mengenai “pinjam pakai habis” (Verbruiklening) vide Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUH Perdata.
Untuk nasabah deposan atau nasabah nondebitur-nondeposan, tidak ada ketentuan khusus yang mengatur kontrak jenis ini dalam KUH Perdata. Dengan demikian kontrak-kontrak untuk nasabah seperti itu hanya tunduk pada ketentuan-ketentuan umum KUH Perdata mengenai kontrak. Untuk kontrak antara bank dan nasabah deposan atau nasabah nondeposan-nondebitur, lazimnya hanya diatur dalam bentuk kontrak yang sangat simpel.
Ada 3 (tiga) tingkaatan dari pemberlakuan hubungan kontraktual pada hubungan antara nasabah penyimpan dana dan pihak bank, yaitu :
  1. Sebagai hubungan debitur (bank) dan kreditur (nasabah),
  2. Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari hanya sekedar hubungan debitur-kreditur,
  3. Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak yang tersirat.
2.  Hubungan Nonkontraktual
Ada 6 (enam) jenis hubungan hukum antara bank dan nasabah selain dari hubungan kontraktual, yaitu :
  1. Hubungan Fidusia (Fiduciary Relation),
  2. Hubungan konfidensial,
  3. Hubungan Bailor-Bailee,
  4. Hubungan Principal-Agent,
  5. Hubungan Mortgagor-Mortgagee, dan
  6. Hubungan Trustee-Beneficiary.
Akan tetapi, berhubung hukum di Indonesia tidak dengan tegas mengakui hubungan-hubungan tersebut, maka hubungan-hubungan tersebut baru dapat dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas dalam kontrak. Atau setidak-tidaknya ada kebiasaan dalam praktek untuk mengakui eksistensi kedua hubungan tersebut.
Sebenarnya fungsi sebuah bank hanya sebagai penerima amanah atau trustee saja dari nasabahnya, bukan sebagai debitur dari nasabahnya. Disamping itu, adanya kewajiban bank untuk menyimpan rahasia bank, yang sebenarnya hal tersebut tidak pernah diperjanjikan sama sekali, juga mengindikasikan bahwa hubungan antara nasabah dan bank tidak sekedar hubungan kontraktual semata. Dalam hal ini ada semacam “amanah” yang diemban oleh pihak perbankan untuk kepentingan nasabahnya. Berdasarkan teori implied consent, pembukaan informasi tidak dapat dibenarkan walaupun untuk kepentingan menagih hutang pihak nasabah kepada bank.

b) Mekanisme Perlindungan Nasabah
Beberapa mekanisme yang digunakan dalam rangka perlindungan nasabah bank adalah sebagai berikut :
  1. Pembuatan Peraturan Baru
  2. Pelaksanaan Peraturan yang Ada
  3. Perlindungan Nasabah Deposan Lewat Lembaga Asuransi Deposito
  4. Memperketat Perizinan Bank
  5. Memperketat Pengaturan di Bidang Kegiatan Bank
  6. Memperketat Pengawasan Bank
c) Asuransi Deposito
Salah satu cara yang ampuh untuk melindungi pihak nasabah adalah dengan menjamin simpanan nasabah di bank kepada suatu perusahaan asuransi. Sebenarnya, Peraturan Perundang-undangan mengenai Asuransi Simpanan sudah ada di Indonesia, yakni dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tentang Jaminan Simpanan Uang Pada Bank yang ditetapkan pada tanggal 22 Agustus 1973.
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 ini memperkenankan bagi nasabah bank untuk mengasuransikan simpanannya. Yang akan bertindak sebagai penjamin (termasuk yang memungut premi) adalah Bank Inonesia. Untuk dapat menjadi bank-bank terjamin, disyaratkan kepada bank-bank terjamin tersebut untuk :
  1. Kondisi finansial, struktur permodalan dan manajemennya berada dalam keadaan baik.
  2. Mempunyai prospek penghasilan yang baik.
Beberapa masalah yang perlu dikaji secara hati-hati jika keberadaan asuransi simpanan diterima adalah sebagai berikut :
  1. Keberadaan asuransi simpanan tersebut jangan sampai membuat bank-bank terlena sehingga tidak lagi melindungi nasabahnya dan tidak  lagi memberlakukan prinsip prudent banking;
  2. Berapa besar nilai maksimum yang dapat dikover oleh asuransi simpanan tersebut. Dalam hal ini, Peraturan Pemerintah Nomr 34 Tahun 1973 hanya menjamin sampai batas maksimum Rp.1.000.000,00 saja, sungguhpun batas ceiling tersebut masih mungkin di perbesar oleh Bank Indonesia.
  3. Kapan dan dalam hal apa saja uang asuransi simpanan tersebut dapat dicairkan.
Akan tetapi dengan keluarnya Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, maka asuransi deposito ini merupakan suatu kewajiban bank.

B. Lembaga Penjamin Simpanan Nasabah
Untuk menunjang kinerja perbankan nasional diperlukan lembaga penunjang, baik untuk sementara waktu dalam rangka mengatasi persoalan perbankan yang dihadapi maupun yang sifatnya lebih permanen seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Hal ini ditegaskan dalam pasal 37B Undang-Undang Perbankan yang diubah. Disebutkan bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. LPS tersebut dibentuk badan hukum Indonesia. Pembentukan LPS ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasabah dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank.
Untuk menyelenggarakan penjamin simpanan dana masyarakat pada bank, LPS ini dapat menggunakan :
  1. Skim dana bersama;
  2. Skim asuransi;
  3. Skim lainnya yang disetujui oleh Bank Indonesia.
(lihat pasal 37 B dan penjelasannya).
Sebelum lahir Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 maupun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999, persoalan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) juga pernah diatur. Ini dapat dilihat dalam penjelasan pasal 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan perbankan, maka jika keadaannya telah memungkinkan, untuk lebih menjamin uang pihak ketiga yang dipercayakan kepada bank-bank, dapat diadakan suatu asuransi deposito dengan tujuan pembinaan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.
Sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968, pada tahun 1973 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tentang jaminan simpanan uang pada bank. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur bahwa semua bank, termasuk bank asing, yang melakukan usaha berdasarkan suatu izin usaha dari Menteri Keuangan, diwajibkan menjamin simpanan uang pihak ketiga kepadanya, baik yang berupa giro, deposito, tabungan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Bahkan selanjutnya ditetapkan dalam peraturan pemerintah bahwa Bank Indonesia merupakan badan penyelenggara jaminan simpanan uang pada bank, mengingat tugas Bank Indonesia selaku pembina dan pengawas perbankan. Akan tetapi Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1973 tidak berjalan efektif meskipun sudah ditetapkan sejak 26 tahun yang lalu. Penyebabnya adalah karena pada saat itu pemerintah tengah melancarkan Program Saving Drive melalui program Inpres Nomor 28 Tahun 1968 dan Tabanas atau Taska, dimana Bank Indonesia memberikan jaminan sepenuhnya atas bentuk simpanan tersebut.
Sejak tahun 1998, pemerintah menjamin kewajiban pembayaran bank umum. Jaminan pemerintah ini dipandang perlu untuk secepatnya mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap mata uang dan perbankan nasional yang sedang mengalami krisis moneter yang sangat berat. Dengan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998, pemerintah memberikan jaminan penuh terhadap seluruh kewajiban pembayaran dari bank umum, baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang asing. Dalam rangka pemberian jaminan tersebut, bank-bank umum diwajibkan untuk menandatangani surat pernyataan kesanggupan bank untuk memenuhi semua persyaratan dalam rangka pemberian jaminan dan bertanggung jawab atas pemenuhan semua persyaratan.
 
C. Kerahasiaan Bank
1)        Pengertian Rahasia Bank
Sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, sudah sewajarnya bank memberikan jaminan perlindungan kepada nasabah yang berkenaan dengan “keadaan keuangan nasabah” yang lazimnya dinamakan dengan “Kerahasiaan Bank”. Istilah rahasia bank mengacu pada rahasia dalam hubungan antara bank dan nasabahnya. Menurut Undang-Undang Perbankan, rahasia-rahasia lain yang bukan merupakan rahasia antara bank dan nasabahnya namun bersifat “rahasia” tidak tergolong dalam istilah “rahasia bank”.
Menurut Pasal 1 ayat (28) Undang-Undang Perbankan, rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, yang dilindungi adalah segala sesuatu yang menyangkut keterangan dan keadaan keuangan nasabah, baik nasabah penyimpan maupun nasabah debitor. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, membatasi atau mempersempit hal-hal yang wajib dirahasiakan oleh bank, yakni sebatas pada keterangan dan keadaan keuangan nasabah penyimpan saja. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Ruang lingkup rahasia bank dipersempit atau dibatasi, yakni menyangkut :
  1. Keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya
  2. Kewajiban pihak bank dan pihak terafiliasi untuk merahasiakan keterangan tersebut, kecuali hal-hal yang tidak dilarang oleh undang-undang.
  3. Situasi tertentu dimana informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanan boleh saja dibeberkan oleh pihak yang terkena larangan jika informasi tersebut tergolong pada informasi yang dikecualikan atau informasi nasabah penyimpan dan simpanan yaang tidak termasuk dalam kualifikasi rahasia bank.
Unsur-unsur dari rahasia bank, yaitu :
  1. Rahasia bank tersebut berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
  2. Hal tersebut “wajib” dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk dalam kategori pengecualian berdasarkan prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah pihak bank sendiri dan/atau pihak terafiliasi.
Ada 2 (dua) teori tentang kekuatan berlakunya asas rahasia bank, yaitu :
a)      Teori Mutlak
Rahasia keuangan dari nasabah bank tidak dapat dibuka kepada siapa pun dan dalam hal apa pun. Namun hampir tidak ada lagi negara yang menganut teori mutlak ini.
b)      Teori Relatif
Menurut teori ini, rahasia bank tetap diikuti, tetapi dalam hal-hal khusus, yakni dalam hal yang termasuk luar biasa prinsip kerahasiaan bank tersebut dapat diterobos.

2)        Dasar Hukum Rahasia Bank
Disamping itu, agar dapat berlaku secara yuridis formal, rahasia bank harus mempunyai dasar hukumnya. Adapun yang merupakan dasar hukum berlakunya rahasia bank adalah Pasal 40 sampai dengan Pasal 45 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

3)        Ruang Lingkup Rahasia Bank
Untuk dapat mengetahui apakah prinsip rahasia bank dilaksanakan oleh suatu bank atau tidak, ada 2 (dua) tahap yang mesti diklarifikasi, yaitu :
1.  Apakah informasi tersebut termasuk dalam ruang lingkup rahasia bank?
Mengenai ruang lingkup dari rahasia bank, Pasal 40 dari Undang-Undang Perbankan dengan tegas dan gamblang menyebutkan bahwa yang tergolong dalam rahasia bank adalah hanya mengenai keterangan :
  1. Nasabah penyimpan atau
  2. Simpanan dari nasabah tersebut
  3. Apakah informasi tersebut disampaikan oleh pihak-pihak yang memang dilarang oleh perundang-undangan yang berlaku?
2.  Perlu dilihat pula apakah yang membuka rahasia bank tersebut termasuk orang-orang yang memang dilarang untuk membuka rahasia bank. Adapun orang-orang yang dilarang membuka rahasia bank adalah sebagai berikut :
  1. Pihak bank sendiri, dan/atau
  2. Pihak yang terafiliasi
4)        Pengecualian Terhadap Rahasia Bank
Kewajiban bank untuk memegang teguh kerahasiaan bank tidak berlaku atau dikecualikan dalam hal-hal sebagai berikut :
  1. Untuk kepentingan perpajakan (Pasal 41 ayat 1)
  2. Untuk kepentingan penyelesaian piutang bank yang telah diserahkan kepada BUPLN/PUPN (Pasal 41 A ayat 1)
  3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana (Pasal 42 Ayat 1)
  4. Dalam perkara perdata antara bank dan nasabah (Pasal 43)
  5. Untuk kepentingan dalam tukar-menukar informasi antar bank (Pasal 44 Ayat 1)
  6. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan atau ahli warisnya (Pasal 44 A ayat 1-2)
5)        Sanksi-Sanksi Hukum Terhadap Pelanggaran Rahasia Bank
Sesuai dengan Undang-Undang Perbankan yang diubah, pelanggaran terhadap ketentuan rahasia bank dikategorikan sebagai “tindak pidana kejahatan”. Ciri khas sanksi pidana terhadap pelanggaran prinsip rahasia bank, yaitu :
  1. Terdapat hukuman minimal di samping ancaman maksimal;
  2. Antara ancaman hukuman penjara dan hukuman denda bersifat kumulatif, bukan alternatif;
  3. Tidak ada kolerasi antara berat ringannya ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda.

DAFTAR PUSTAKA
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998, Buku Kesatu, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2008

-----------
Ditulis oleh : Amiruddin Maulani, Annisa, Tuti Mutiara Sani dan Wahyudin (Mahasiswa Perbankan Syari'ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...