29 October 2010

Antara Nabi Khidir, Nabi Musa dan Manajemen Pendidikan

| More
Pada saat ini manajemen sumber daya manusia mendapat perhatian yang besar dari setiap organisasi, baik organisasi besar ataupun kecil, organisasi publik atau swasta, organisasi sosial atau bisnis, semuanya berusaha membenahi diri melalui manajemen sumber daya manusia. SDM dilihat sebagai asset yang harus dikelola sesuai kebutuhan perubahan lingkungan.[1] Berbagai seminar, pelatihan, kursus-kursus dan lokakarya diselenggarakan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal itu disebabkan begitu pentingnya peran sumber daya manusia dalam menentukan keberhasilan suatu organisasi. Manajemen sumber daya manusia juga menjadi penting dalam rangka mempertahankan eksistensi suatu organisasi dalam menjawab tantangan-tantangan zaman.[2]
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Menyadari pentingnya hal tersebut, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui layanan pendidikan bermutu dan berkualitas pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurangberhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SLTP dan SLTA yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Manajemen pendidikan untuk saat ini merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan keluaran yang diinginkan. Kenyataan yang ada, sekarang ini banyak institusi pendidikan, terutama institusi pendidikan Islam seperti madrasah dan pondok pesantren, yang belum memiliki Good Management Practice (Praktek Manajemen yang Baik) dalam pengelolaan pendidikannya. Banyak penyelenggara pendidikan Islam yang beranggapan bahwa manajemen pendidikan bukanlah suatu hal yang penting, karena kesalahan persepsi yang menganggap bahwa domain manajemen adalah bisnis.
Sekalipun beberapa lembaga pendidikan Islam sudah menerapkan praktek manajemen, namun manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan sehingga mempunyai kesan tertinggal dari modernitas. Hal ini mengakibatkan sasaran-sasaran ideal pendidikan yang seharusnya bisa dipenuhi ternyata tidak bisa diwujudkan. Parahnya terkadang para pengelola lembaga tersebut tidak menyadari akan hal itu.
Arah manajemen pendidikan adalah usaha mewujudkan peserta didik menjadi lulusan yang mempunyai kualitas, cerdas, inovatif, akhlak/moral serta mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Tujuan tersebut tentunya akan dapat dicapai dengan pelaksanaan sistem manajemen yang baik pada lembaga-lembaga pendidikan. Dalam kondisi krisis moral bangsa saat ini, lembaga pendidikan Islam berperan membentuk dan mengembangkan nilai-nilai moral sekaligus menjadi pelopor dan inspirator pembangkit reformasi gerakan moral bangsa. Dengan begitu pembangunan tidak menjadi hampa dan kering dari nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan.
Manajemen merupakan salah satu bidang ilmu pengetahuan yang telah berkembang dan diterapkan dalam berbagai organisasi, baik pemerintah, peruahaan, sosial, maupun pendidikan di dunia Barat. Dengan penerapan ilmu manajemen tersebut, maka dunia Barat dapat mencapai tujuan-tujuannya secara efektif dan efisien serta menghasilkan produktivitas yang tinggi. Padahal—tanpa bermaksud berapologi—melalui Al-Qur’an, Islam telah meletakkan dasar-dasar manajemen, dari mulai kehidupan personal, sosial samapai pada memanaj kehidupan secara lebih luas. Tapi, karena umat Islam dewasa ini kurang atau tidak lagi mau menggali kandungan Al-Qur’an sebagaimana pada zaman Islam klasik, maka pada saat ini ilmu pengetahuan, peradaban, termasuk ahli-ahli manajemen lebih banyak lahir di dunia Barat.
Al-Qur’an merupakan petunjuk dan pedoman hidup umat Islam. Dalam penyampaian petunjuk, Al-Qur’an menerapkannya melalui metode penyampaian kisah-kisah atau sejarah-sejarah masa lampau. Hal ini kemudian ditiru dalam kesusastraan kisah dewasa ini, dimana banyak kejadian perilaku, ucapan, bahkan gaya hidup seseorang akan terpengaruh setelah ia membaca sebuah buku cerita atau novel dan menonton sinetron, telenovela atau film di layar televisi.
Salah satu kisah yang menarik di dalam Al-Qur’an adalah kisah pertemuan antara Nabi Musa as. dan Nabi Khidir as. yang diceritakan di dalam surat Al-Kahfi ayat 60-82. Kisah tersebut merupakan contoh proses transfer knowledge. Suismantoto menerangkan bahwa kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir adalah salah satu kisah mendidik yang di dalamnya terdapat suatu interaksi yang mengandung unsur-unsur pendidikan, seperti (1) bahan (materi) yang menjadi isi proses; (2) kejelasan tujuan yang akan dicapai; (3) pelajar (anak didik) yang aktif mengalami; (4) guru (pendidik) yang melaksanakan; (5) metode tertentu untuk mencapai tujuan; (6) proses interaksi tersebut berlangsung dalam ikatan situasional; dan (7) alat pendidikan.[3]
Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir ini telah menjadi inspirasi bagi sebagian umat Muslim. Seperti pendidikan bahasa yang diterapkan di Pesantren Nurur Riyadhoh di daerah Probolinggo Jawa Timur. Dimana para santri bisa menguasai berbagai macam jenis bahasa di dunia dengan melakukan ritual tirakat di tepi laut dan pada tahap akhir ritual tersebut ia akan ditemui oleh Nabi Khidir yang akan mengajarkan ilmu sesuai yang diminta dalam ritual tersebut.[4] Hal serupa juga terdapat di lingkungan Buntet Pesantren Cirebon Jawa Barat. Bagi mereka yang ingin mempunyai ilmu Laduni seperti yang dimiliki Nabi Khidir, maka mereka dituntut melakukan ritual-ritual seperti puasa mutih, puasa ngalong, puasa pati geni, atau puasa 40 hari disertai membaca wirid-wirid tertentu.[5] Peristiwa lain yang pernah terjadi di Jawa Barat sebagaimana diberitakan dalam harian Kompas adalah para pemimpin adat dari Ciamis, Tasik, Subang, Bandung, Cimahi dan Kuningan berkumpul dalam acara Ciburuy Festival 2007 yang diantara acaranya terdapat semacam ritual untuk memanggil Nabi Khidir yang diharapkan dapat memulihkan kondisi situ yang semakin memprihatinkan dan terutama karena meluapnya Sungai Citarum yang kotor.[6]
Kejadian-kejadian di atas merupakan sebagian kecil realitas kepercayaan yang dianut masyarakat Muslim akibat kisah dalam ayat 60-82 surat Al-Kahfi, khususnya di daerah Jawa Barat dan umumnya di Indonesia bahkan hampir setiap negara yang terdapat penduduk Muslim. Kepercayaan seperti ini yang banyak dianut oleh kaum sufi lebih dekat kepada bid’ah dan khurafat serta termasuk pengkultusan kepada Nabi Khidir.
Selayaknya, metode Allah dalam memberikan pelajaran kepada Nabi Musa patut dijadikan contoh untuk kemudian diterapkan dalam dunia pendidikan. Begitu pula metode Nabi Khidir yang unik dalam proses transfer knowledge kepada Nabi Musa. Jika ditelisik lebih jauh, kegagalan Nabi Musa serta keberhasilan Allah dan Nabi Khidir dalam mendidiknya tidak terlepas dari kesempurnaan juga ketepatan manajemen yang digunakan. Manajemen Allah adalah manajemen yang paling sempurna dan Nabi Khidir pun menggunakannya atas dasar wahyu yang Allah berikan, sehingga menghasilkan output yang berkualitas, yaitu Nabi Musa.


[1] Randall S. Schuler dan Susan Jackson, Human Resources Management; Positioning for the 21st Century, (New York: Wets Publishing Company, 1996), p. 3.
[2] Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta,  2003), h. 7.
[3] Suismantoto, Pendidikan Akhlak dalam Al-Qur’an (Telaah atas Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir as.) dalam Jurnal Kependidikan Islam Vol. 01 No. 02.
[4] Miftahul Khaer, Keberadaan Khidir as. Sebuah Misteri: Kajian Riwayat-Riwayat Khidir as. dalam Hadis, Skripsi Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2007), h. 20-21.
[5] Ibid., h. 1-2. Mengenai jenis-jenis ritual yang biasa dilakuan untuk mendapatkan ilmu Laduni dapat dilihat pada Siapakah Nabi Khidir itu Sebenarnya? Dalam Majalah Ghoib, Edisi 76 Tahun 4 (7 Muharam 1428 H/26 Januari 2007 M), h. 9.
[6] Nabi Khidir dalam Pencarian Warga Ciburuy, (Harian Kompas, 5 Desember 2007). Berita ini juga dapat diakses di http://www.kompas.com/kompas-cetak/0705/12/Jabar/21877.htm.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...