TASAWUF, menurut etimologi, AHLU SUFFAH = kelompok orang pada zaman rasulullah hidupnya banyak di serambi serambi mesjidm mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Alah. Ada lagi mengatakan Tasawuf berasal dari kata SHAFA, orang yang bersih dan suci, orang yang menyucikan dirinya Di hadapan Allah. Ada yang mengartikan berasal dari bahasa Yunani SAUFI yang berarti kebijaksanaan. SHUF yang berarti bulu domba (wol).
Tasawuf berdasarkan istilah, (1) Menurut Al-Jurairi, Memasuki segala budi (Akhlak) yang bersifat suni dan keluar dari budi pekerti yang rendah. (2) Menurut Al- Junaidi, ia memberikan rumus bahwa tasawuf adalah bahwa yang hak adalah yang mematikanmu dan Hak-lah yang menghidupkanmu. Adalh beserta Allah tanpa adanya penghubung.
Dari Al-Junaid dapat disimpulkan tasawuf adalah memberikan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan mahluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (isntink) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia. Menjauhkan segala seruahan dari hawa nafsu.mendekatkan sifat suci kerohanian dan bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memaki barang-barang yang penting dan terlebih kekal. Menaburkan nasihat kepada semua umat manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syariat.
Dari Al-Junaid dapat disimpulkan tasawuf adalah memberikan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan mahluk, berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (isntink) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia. Menjauhkan segala seruahan dari hawa nafsu. Mendekatkan sifat suci kerohanian dan bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memaki barang-barang yang penting dan terlebih kekal. Menaburkan nasihat kepada semua umat manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syariat.
Fase perkembangan tasawuf :
1. Fase Askestisme (zuhud). Berkembang pada abad kedua Hijriah, sikap semacam ini dipandang pengantar kemunculan tasawuf diman setiap individu dari kalangan muslim memusatkan dirinya pada ibadah dan pendekatan diri pada Allah SWT, mereka tidak mementingkan kenikmatan duniawi dan kemudian berpusat pada kenikmatan akherat, Tokoh yang populer pada fase ini adalah hasan Al Basri (110 H) dan Rabiah Al Adawiyah (185 H) keduanya dalam sejarah disebuth seorang zahid
2. Fase Akhlaki. Pada fase ini tasawuf berkembang pada abad ketiga Hijriah, dimana para sufi mulai ekspansi pada wilayah prilaku dan moral manusia. Pada saat manusia ketika itu berada ditengah-tengah terjadinya dekadensi moral yang cukup akut, sehingga dari sini tasawuf mulai berkembang dengan pesat sebagai ilmu moral keagamaan dan mendapat respon yang baik dari masyarakat islam, dari sini kemudian nampaklah bahwa ajaran tasawuf semakin sederhana dan mudah dipraktekkan dengan standar akhlak.
3. Fase Al-Hallaj. 1 abad kemudian, muncul tasawuf jenis lain yang lebih ekslusif dan fenomental yang diwakili oleh al-Hallaj, beliau mengajarkan tentang kebersatuan manusia dengan Tuhan Konsep yang dibawanya adalah wahdatul wujud (bersatu dengan wujud yang satu). Dari konsep ini kemudian Al-Hallaj diputuskan bersalah dan harus dihukum mati, untuk sebuah konsistensi paham tasawufnya, Dimana masyarakat islam masih sangat indentik dengan jenis tasawif aklaki, kemudian al- Hallaj dianggap membahayakan stabilitas umat.
4. Fase Tasawuf Moderat. Kemunculan tasawuf pada fase ini, muncul sekitar abad kelima hijriyah dengan seorang tokohnya yaitu Imam Ghazali, yang sepenuhnya hanya menerima tasawuf yang berdasarkan al-Quran dan Al-Hadist, serta menekankan kembali askestisme. Al-Ghazali telah berhasil menempatkan prinsip-prinsip tawawuf yang moderat, akibat pengaruh kepribadian iman al-Ghazali yang begitu besar, maka pengaruh tasawuf dengan dasar moderat ini telah meluas hampir keseluruh pelosok dunia islam, lalu mulailah bermunculan para tokoh sufi yang kemudian mengembangkan tarekat tertentu untuk murid-murid mereka, seperti Sayyid Ahmad Ar-Rijai dan Sayyed Abdul Qadir Jaelani.
5. Fase Tasawuf Falsafi. Pada fase ini tasawuf mulai dipadukan dengan filsafat yang muncul pada abad ke 6 Hijriah, tokoh yang muncul Syuhrowardi al Maqtul (549 H), Syek Akbar Mulyadin Ibn Araby (638 H) dan Ibn faridh (632 H) mereka memcoba menggabungkan pola pikir tasawuf yang akhlaki dan askestisme dengan filsafat yunani khususnya neo-Platonisme. Teori –teori yang mendalam khususnya mengenai jiwa, moral, ilmu tentang wijud menjadi hal yang urgensi dalam prinsip berfikir mereka.
Pemikiran Tasawuf Akhlaki
Tasawuf disini dimaksudkan untuk merubah dan memperbaiki akhlak yang mulia. Dalam pemikiran ini tidak hanya bersifat lahiriyah tapi juga batiniyah, dengan latihan (riyadoh) tujuannya adalah menguasai hawa nafsu. Untuk itulah tasawuf akhlaki menerapkan terapi pembinaan mental dan akhlak yang disusun sebagai berikut :
a. Terapi takhalli adalah mengosongkan diri dari prilaku dan akhlak tercela, adalah langkah awal yang harus dijalani seorang sufi, untuk memasuki dunis tasawuf yang suci. Kerena akhlak tercela adalah perangkap kenikmatan duniawi. Sebagai penghalang perjalanan seorang hamba pada Tuhannya, untuk mencapai spiritual yang hakiki, Akhlak tercela lainnya yang paling berbahaya adalah Riya(suka pamer). Imam Al-Ghazali menganggap penyembuhan diri yang masuk dalam politeisme.
b. Terapi Tahalli, dilakukan agar seseorang dihiasi oleh sikap, prilaku dan Akhlakul karimah, Tahp ini dilakukan setelah tahap pertama selesai, lalu mereka akan selalu berusaha berjalan diatas ketentuan agama, tahap ini adalah isi dari pembersiha diri dan pengosongan jiwa. Beberaoa hal yang harus diisi dalam menghiasi beberapa prilaku tadi adalah :
1) Taubat: penyesalan sungguh-sungguh dalam hati yang disertai dengan permohonan.
2) ampun serta berusaha meninggalkan segala perbuatan yang dapat menimbukan dosa itu kembali
3) Cemas dan Harap adalah sikap mental tasawuf yang selalu bersandar kepada salah seorang tokoh yaitu hasan Al-Basri yaitu suatu perasaan yang timbul karena banyak yang berbuat dosa dan lalai kepada Allah.
4) Zuhud yaitu sikap mental sufi yang melepaskan diri dari ras ketergantungan terhadap kenikmatan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akherat yang abadi.
5) Al-faqr, sikap bermakna, dimana seorang sufi tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dimiliki, sehingga tidak menuntut sesuatu yang lain. Sikap ini merupakan benteng terhadap pengaruh kenikmatan duniawi dan menghindari keserakahan, Pada prinsipnya sikap ini adalah rentetan dari sikap zuhud, hanya saja zuhud lebih eksrim sedangkan faqr adalah sekedar.
6) Pendisiplinan, sikap inipun pada gilirannya akan menimbulkan sikap wara dalam diri sufi.
7) Al-Shabr adalah hal yang paling mendasar dalam tasawuf kaena sabar mengandung makna keadaan jiwa yang kokoh stabil, konsekwensi dalam pendirian, walaupun godaan dan tantangan begitu kuat, sikap ini dilandasi satu anggapan bahwa segala sesuatu terjadi merupaka kehendak Allah dan kita harus menerimanya dengan sabar, tapi iktiar juga tetap harus dijalankan.
8) Ridha, sikap ini merupakan kelanjtan dari rasa cinta yang merupakan perpaduan Mahabbah dan sabar, Ridho dalam hal ini mengandung makna lapang dada, berjiwa besar, hati terbuka terhadap apa yang bersadar dari Allah baik menerima ketentuan agama dan masalah nasib itu sendiri.
9) Muraqqabah, sikap ini adalah berarti mawas diri atau lebih tepat nya dengan self correction, sikap dimana kita siap siaga setiap saat untuk meneliti keadaan diri sendiri. Sikap ini berawal dari sebuah landasan pemikiran bahwa Allah senantiasa mengawasi dan mengamati setipa gerak dan langkah kita selama hidup di dunia.
c. Terapi Tajalli merupakan pemantapan dari tahap tahlli yang bermakna nur ghaib, yaitu dengan menghayati rasa keber Tuhanan lebih mendalam yang kemudian menimbulkan rasa rindu yang amat sangat kepada sang Tuhan, karena kaum sufi berpendapat untuk mencapai kesempurnaan kesucian jiwa, hanya dapat ditempuh dengan satu jalan yaitu cinta kepada Allah secara mendalam, maka jalan menuju tuhan akan terbuka dengan lebar.
No comments:
Post a Comment