21 August 2010

Soal Jawab dalam Al-Quran

| More
Untuk menerjuni suatu ilmu apa pun seseorang perlu mengetahui dasar-dasar umum dan ciri-ciri khasnya. Ia terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang ilmu tersebut dan ilmu-ilmu lain sebagai penunjang yang diperlukan untuk membantunya mencapai tingkat ahli dalam disiplin ilmu tersebut, sehingga di saat memasuki detail permasalahannya ia telah memiliki dengan lengkap kunci pemecahannya.Oleh karena al Qur’an diturunkan dalam Bahasa Arab, maka kaidah-kaidah yang diperlukan para mufasir dalam memahami al Qur’an terpusat pada kaidah-kaidah bahasa, pemahaman asas-asasnya, penghayatan uslub-uslubnya serta penguasaan rahasia-rahasianya. Berikut ini menjelaskan salah satu dari sekian banyak kaidah bahasa al Qur’an yang harus dimiliki dan dikuasai oleh seorang mufasir.


PEMAKAIAN SOAL JAWAB DALAM AL QUR’AN

Berdasarkan analisis penulis, ada tiga kaidah asal (utama) pemakaian soal jawab di dalam al Qur’an, yaitu:[1]
1.   Jawaban harus sesuai dengan pertanyaan. Dalam hal ini terdapat beberapa pengecualian, diantaranya:
a.   Terkadang jawaban menyimpang dari apa yang dikehendaki pertanyaan. Jawaban seperti ini disebut uslub al-hakim. Contoh:
يَسْألُوْنَكَ مَاذَا يُنْـفِقُوْنَ قُلْ مَا أنْـفَقْتـُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِيْنَ وَالْيَـتَمَى وَالْمَسَكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ  وَمَا تَـفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَإنَّ الله َ بِهِ عَلِيْمٌ  ﴿ البقرة : 215
Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. QS. Al Baqarah : 215 ﴿
Rasulullah ditanya tentang apa (barang/sesuatu benda) yang bisa dinafkahkan. Kemudian turunlah ayat ini yang menerangkan kepada siapa saja harta itu dinafkahkan. Ayat ini tidak menjawab pertanyaan yang dimaksud (harta yang harus dinafkahkan) melainkan menyimpang darinya. Ini bertujuan untuk mengingatkan bahwa jawaban itulah yang seharusnya ditanyakan (kepada siapa harta harus dinafkahkan bukan menanyakan harta apa yang harus diberikan).[2]
b.   Terkadang jawaban lebih umum dari soal, karena hal itu memang dianggap perlu. Contoh:
قُلْ مَنْ يُنَجِّيْكُمْ مِنْ ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ...  قُلِ الله ُ يُنَجِّيْكُمْ مِنْهَا وَمِنْ كُلِّ كَرْبٍ ... ﴿ الأنعام : 63 - 64
Katakanlah: "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut ...” Katakanlah: "Allah menyelamatkan kamu daripada bencana itu dan dari segala macam kesusahan ... " QS. Al An’am : 63 – 64 ﴿
c.       Terkadang jawaban lebih sempit daripada soal itu sendiri, karena keadaan memang menghendaki demikian. Contoh:
... إئْتِ بِقُرْآنٍ غَيْرِ هَذَا أوْ بَدِّلْه ُ قُلْ مَا يَكُوْنُ لِيْ أنْ أبَدِّلَه ُ مِنْ تِلْقَـاءِ نَفْسِيْ ...  ﴿ يونس : 15
... "Datangkanlah Al Qur'an yang lain dari ini atau gantilah dia". Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri ..." ﴾ QS. Yunus: 15 ﴿
d.      Terkadang jawaban adalah pertanyaan itu sendiri apabila penanya bermaksud mempersulit atau menyusahkan. Contoh:
وَيَسْألُوْنَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ أمْرِ رَبِّيْ وَمَا أوْتِيْتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إلاَّ قَلِيْلاً   ﴿ الإسراء : 85
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".  QS. Al Isra : 85 ﴿
Orang-orang Yahudi bertanya tentang ruh kepada Rasulullah saw. dengan tujuan agar Rasulullah menjadi bingung dan kesulitan dalam menjawabnya. Ruh yang dimaksud bisa ruh yang ada dalam diri manusia, al Qur’an, Nabi Isa as., Malaikat Jibril as. dan malaikat-malaikat lainnya, ataupun segala sesuatu yang bersifat gaib. Kemudian Allah menurunkan ayat ini sebagai jawaban pertanyaan mereka bahwa ruh itu termasuk urusan Allah karena manusia hanya diberi ilmu sedikit saja.[3]
2.      Jawaban adalah inti dari soal itu sendiri untuk menunjukkan kecocokan terhadap maksud pertanyaan sehingga penanya tidak mengulangi kembali pertanyaannya karena sudah paham. Contoh:
قُلْ هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَبْدَأوا الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيْدُهُ قُلْ الله ُ يَبْدَأوا الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيْدُهُ فَأنَّى تُؤْفَكُوْنَ ﴿ يونس : 34
Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang dapat memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali?" katakanlah: "Allah-lah yang memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali; maka bagaimanakah kamu dipalingkan (kepada menyembah yang selain Allah)?" QS. Yunus : 34 ﴿
3.      Jawaban lebih detail atau membingungkan penanya. Contoh:
... قَالَ مَنْ يُحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ . قُلْ يُحْيِـيْهَا الذِّى أنْـشَأهَا أوَّلَ مَرَّةٍ ... ﴿ يس : 78 – 79
... ia berkata: "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?" Katakanlah: "Ia akan dihidupkan oleh yang menciptakannya kali yang pertama ...”  QS. Yasin : 78 – 79 ﴿

Kata سؤال   (tanya) bila dipakai untuk meminta suatu pengertian (definisi) maka terkadang ia ber-muta’addi kepada maf’ul yang kedua secara langsung dan terkadang menggunakan kata bantu عن  . Cara yang kedua ini lebih banyak digunakan. Contoh: وَيَسْألُوْنَكَ عَنِ الرُّوحِ (QS. Al Isra : 85). Sedangkan apabila dipergunakan untuk meminta sesuatu benda maka ia ber-muta’addi kepada maf’ul kedua itu secara langsung atau dengan menggunakan kata bantu مِن . Cara yang pertama lebih banyak    digunakan.    Contoh:    وَاسْـألُوا الله َ مِنْ فَضْـلِهِ    (QS. An Nisa : 32)  dan وَإذَا سَألْـتُمُوْهُنَّ مَتَـاعًا فَاسْألُوْا هُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَـابٍ  (QS. Al Ahzab : 53).[4]
 
PENUTUP

Al Bazzar pernah meriwayatkan hadis dari Ibn Abbas, dia berkata, tidak pernah aku mengetahui suatu kaum yang lebih baik dari pada para sahabat Muhammad saw. dalam hal bertanya kecuali dalam dua belas masalah, yaitu وَإذَا سَألَكَ عِبَادِي عَنيِّ , يَسْألُوْنَكَ عَنِ الأهِلَّةِ , يَسْألُوْنَكَ مَاذَا يُـنْفِفُوْنَ قُلْ مَا أنْفَـقْنُمْ  , وَ يَسْألُوْنَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ , وَ يَسْألُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ , وَ يَسْألُوْنَكَ عَنِ الْيَتَمَى ,  وَ يَسْألُوْنَكَ مَاذَا يُـنْفِقُوْن قُلْ الْعَـفْوَ , وَ يَسْألُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ , يَسْألُوْنَكَ مَاذَا أحَّلَّ لَهُمْ , يَسْألُوْنَكَ عَنِ الأنْـفالِ , يَسْألُوْنَكَ عَنِ السَّـاعَةِ , وَ يَسْألُوْنَكَ عَنِ الْجِبَالِ . Imam Al Razi menambahkan bahwa ada empat belas, yaitu ditambah وَ يَسْألُوْنَكَ عَنِ  الرُّوْحِ  dan وَ يَسْألُوْنَكَ عَنِ ذِي الْـقَرْنَيْنِ .[5]


DAFTAR  PUSTAKA


As Suyuthi, Jalaluddin. Al Itqan fi ‘Ulum Al Qur’an Juz 1, Beirut: Dar Al Fikr, 1979.
Al Qaththan, Manna’. Mabahits fi ‘Ulum Al Qur’an, Mansyurat Al ‘Ashr Al Hadits, tth.
Al Fida’, Abu, Isma’il ibn ‘Umar ibn Katsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Dar Ibn Hazm, 2000.




[1] Jalaluddin As Suyuthi, Al Itqan fi ‘Ulum Al Qur’an Juz 1, Beirut: Dar Al Fikr, 1979, hal. 197  - 198.
[2] Manna’ Al Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al Qur’an, Mansyurat Al ‘Ashr Al Hadits, tth. Hal. 205.
[3] Lebih lengkapmengenai ruh, lihat Abu Al Fida’ Isma’il ibn ‘Umar ibn Katsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Dar Ibn Hazm, 2000, hal. 1135 – 1137.
[4] As Suyuthi… hal. 199.
[5] As Suyuthi… hal. 199.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...